YALPK | Surabaya – Ulfa Alvianti dan Firman Ardiansyah, mahasiswa Universitas Narotama (UNNAR) yang baru saja pulang dari student exchange mereka di National University of Kaohsiung (NUK) Taiwan selama 1 semester, membagikan cerita dan pengalamannya. Mereka berdua tampak ceria meskipun ternyata mereka sempat mengalami beberapa kesulitan selama di Taiwan.
“Kesulitannya sebagian besar adalah karena faktor bahasa. Meskipun di kelas semuanya menggunakan bahasa Inggris, tapi kami jelas masih terkendala bahasa ketika berinteraksi dengan orang-orang di luar kampus. Misalnya ketika membeli makanan,” ujar Ulfa.
Penduduk Taiwan yang menggunakan bahasa Mandarin dalam percakapan sehari-hari, sebagian besar tidak bisa berbahasa Inggris. Sehingga Ulfa dan Firman harus melakukan segala cara untuk bisa tetap berkomunikasi dengan mereka. “Salah satunya kami menggunakan Google Translate. Tapi kadang hasil terjemahannya juga tidak sesuai. Akhirnya harus menggunakan bahasa isyarat agar mereka mengerti,” cerita Firman lalu tertawa.
Kendala bahasa itu juga sempat membuat Firman tersesat cukup jauh dari kota Kaohsiung. “Tapi untung saja orang Taiwan itu sangat baik. Ketika saya bertanya pada mereka cara kembali ke Kaohsiung, malah saya diantar menggunakan mobil,” tutur mahasiswa prodi Manajemen itu.
Ulfa dan Firman mengaku pengalaman mereka selama 1 semester di Taiwan itu membuat mental mereka semakin kuat karena mereka dipaksa untuk bisa bertahan di luar negeri. Apalagi ini adalah kali pertama mereka pergi ke luar negeri, bahkan pertama kalinya mereka harus bepergian menggunakan pesawat terbang.
“Saya sempat mengalami homesick parah sampai menangis dan marah-marah sendiri. Belum lagi kami juga melewati bulan Ramadan di Taiwan. Di antara teman-teman sekelas, hanya kami berdua yang berpuasa dan di situ semakin terasa berat,” kata mahasiswi semester 7 itu.
Tapi dari situ Ulfa dan Firman merasa lebih kuat dan merasa sangat beruntung bisa mengenal kultur Taiwan dan mengenal mahasiswa dari negara lain yang sedang berkuliah di sana. “Ada yang tipenya bossy, ada yang fokus belajar sampai sepanjang hari duduk di depan laptop dan berhadapan dengan buku-buku, ada juga yang menyenangkan diajak ngobrol. Tapi sebenarnya mereka semua baik dan mau saling membantu, termasuk mahasiswa dari Taiwan,” lanjut Ulfa.
Kesulitan lain yang mereka alami adalah perkuliahan yang setara dengan S2. Karena beberapa mata kuliah yang disediakan sudah mereka ambil selama di UNNAR, maka Ulfa dan Firman harus mengambil mata kuliah lain yang ternyata adalah mata kuliah S2 di NUK. “Tapi semua kesulitan itu malah terasa seru karena ini adalah pengalaman yang akan sulit kami dapatkan lagi,” tutupnya. ( ir )