YALPK | Pontianak – Sehubungan dengan adanya usulan dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat terkait perubahan besaran PNBP dari kegiatan pertambangan komoditas bauksit dan keterlibatan dalam penerbitan rekomendasi ekspor bauksit serta hambatan yang dihadapi inovator bidang energi berkaitan dengan pengenaan PPh Progresif, Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa Kemenko Bidang Kemaritiman menyelenggarakan Rapat Koordinasi yang membahas usulan dan permasalahan dimaksud dengan melibatkan para pihak terkait di Pontianak, Kalimantan Barat (10-10-2019).
Pada pembukaan Rapat Koordinasi Staf Ahli Menteri bidang Sosio-Antropologi Tukul Rameyo menjelaskan bahwa bauksit merupakan masa depan bagi Kalimantan Barat, sehingga inovasi teknolog sangatlah dibutuhkan untuk menciptakan nilai tambah produk dan berfokus pada kemajuan pembangunan.
“Dunia meminta negara-negara untuk merubah tujuan pembangunan yang millenium menjadi pembangunan yang berkelanjutan, dimana pembangunan tidak hanya berfokus pada produk tapi fokus juga terhadap masyarakat (development for people) tanpa meninggalkan tanggung jawab atas lingkungan dan sosial” Pungkas SAM Rameyo.
Lanjut perwakilan dari Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Barat, Syarif Kamaruzaman mewakili Gubernur Kalimantan Barat, menyampaikan pesan Gubernur terkait perlunya keterlibatan pemerintah daerah penghasil bahan tambang bauksit dalam proses penerbitan rekomendasi persetujuan ekspor dan serta usulan supaya adanya perhitungan ulang atas besaran royalty bagi komoditas bauksit.
“Bahan tambang merupakan kekayaan sumber daya alam yang tidak terbarukan, sudah selayaknya dalam kebijakannya kita bisa memanfaatkan sebaik-baiknya, harapan kami tambang menjadi modal awal dan pada saat bahan tambang tersebut habis, masyarakat di daerah penghasil tambang diharapkan memiliki kemandirian ekonomi dari pengembangan sektor-sektor lainnya seperti agraria, industri, dan sektor jasa”. Jelas Asisten Sekda Kamaruzaman.
Seperti diketahui pada periode 2018 hingga semester 1 tahun 2019 terjadi peningkatan produkai hingga 204% khususnya pada bidang mineral bauksit. Terdapat 5 ijin usaha pertambangan yang mendapatkan rekomendasi ekspor antara lain PT. Citra Mineral Investindo, PT. Aneka Tambang, PT Dinamika Sejahtera Mandiri, PT. Kalbar Bumi Perkasa, dan PT. Laman Mining. Jika ijin ekspor semuanya terpenuhi maka diperkirakan produksi bauksit dari Kalbar lebih dari 18 juta ton.
Pada sesi pertama diskusi membahas tentang rekomendasi ekspor bauksit dan tarif penerima negara bukan pajak (PNPB). Asisten Deputi Sumber Daya Mineral, Energi Non-Konvensional Amalyos menjelaskan bahwa, Indonesia termasuk negara memiliki cadangan bauksit yang sangat besar, tersebar di beberapa daerah, dan Kalimantan Barat merupakan daerah yang mempunyai cadangan bauksit yang terbesar dibandingkan daerah-daerah lainnya.
“Terkait dengan potensi bauksit yg ada disini, merujuk pada data dari Kementerian ESDM dan APB3I (2012), dari cadangan nasional bauksit sebesar 7 miliar ton, hampir separuhnya berada di Kalimantan Barat, dan dari kegiatan pertambangan bauksit yang cukup besar ini, maka cukup logis pemerintah daerah menargetkan adanya penambahan penghasilan daerah (PAD) dari pemanfaatan sumber daya mineral ini sebagai komoditas andalan yang dapat menopang pembangunan Provinsi Kalimantan Barat secara berkelanjutan.” Jelas Asdep Amalyos.
Diskusi ini diisi oleh beberapa narasumber dari Direktorat PNPB Ditjen Anggaran, Kementerian Keuangan, Direktorat Pembinaan Pengusahaan Mineral, Ditjen Minerba dan Direktorat Penerimaan Mineral, Ditjen Minerba Kementerian ESDM, serta pemateri adalah Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Kalimantan Barat.
Mengenai permasalahan yang terkait dengan rekomendasi, Pemerintah Pusat menyarankan supaya pihak Pemprov sudah mulai menerapkan kemajuan-kemajuan teknologi melalui penerapan E-System mulai dari tahap perizinan termasuk rekomendasi yg merupakan bagian yg terintegrasi dari hal tersebut.
“Terkait dengan tata kelola perizinan mulai dari proses permohonan, penilaian maupun rekomendasi, E-System yang telah diterapkan oleh Ditjen Minerba yang sudah berjalan saat ini bagus sekali. Selanjutnya kita akan berupaya dan terus mendorong peran aktif daerah untuk mulai juga menerapkan E-System dan integrasinya dengan E-System yang dibangun oleh Ditjen Minerba tersebut .” Jelas Asdep Amalyos.
Atas usulan perubahan besaran PNBP dari kegiatan pertambangan komoditas bauksit sebagaimana yang diajukan oleh Gubernur Kalimantan Barat, perwakilan dari Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan menyampaikan bahwa usulan tersebut sebenarnya sudah diakomodir dalam Rancangan Peraturan Pemerintah yang telah disusun dan saat ini sudah tahap final serta siap diajukan ke Presiden untuk penetapannya.
Asdep Amalyos selanjutnya menambahkan bahwa perlu juga untuk diketahui dan dipahami oleh para pelaku usaha tambang, terkait dengan pemanfaatan sumber daya alam, termasuk di dalamnya komoditas bauksit yang merupakan sumber daya alam yang non-renewable, Pemerintah dalam hal ini Kemenko Kemaritiman kedepannya berkomitmen untuk terus mendorong hilirisasi, dan pada saatnya nanti perizinan ekspor raw material akan dihentikan. Dalam tahapan hilirisasi tersebut, teknologi yang digunakanpun haruslah ramah lingkungan.
Pada sesi kedua diskusi, membahas tentang hambatan pengembangan inovasi teknologi dalam bidang energi berkaitan dengan pengenaan PPh Progresif, turut mengundang inovator konverter kit BBM ke gas.
Hasil evaluasi lapangan yang dilakukan oleh tim ABG (Amin Bin Gas), alat inovasi ini sangat berfungsi baik bagi nelayan-nelayan kecil.
“Inovator anak bangsa itu banyak, dan kedepannya konverter kit ini segmennya akan diperluas, jadi tidak hanya untuk kapal nelayan, dan pompa untuk petani, tapi bisa juga nantinya bisa juga untuk petambak garam”, pungkas Kepala Bidang Pengelolaan Sumber Daya Energi, Najamuddin.
Dalam sesi kedua dikupas permasalahan yang dihadapi oleh kalangan inovator atas peraturan pemerintah yang berlaku saat ini terkait dengan perpajakan yang dikenakan atas hasil inovasi dianggap memberatkan dan berpotensi menjadi faktor penghambat bagi inovator untuk dapat lebih mengembangkan inovasinya. Insentif dan keringan sangatlah dibutuhkan oleh kalangan inovator. Walau saat ini pemerintah sudah mulai memberikan perhatian terhadap hal tersebut melalui penerbitan peraturan perundangan tentang super deduction tax, akan tetapi masih dibutuhkan lagi peraturan pelaksanaannya lebih lanjut, dan hal itu yang ditunggu oleh kalangan inovator. ( ir )