Lpk | Surabaya – Perkumpulan Penguni Surat Ijo Surabaya, Jawa Timur akan tetap memperjuangkan hak atas tanah yang mereka tempati selama ini. Tanah yang ada bukan merupakan aset pemerintah kota Surabaya.
Saat ini warga yang menghuni kawasan ini lebih dari 50 persen memiliki rumah dan bukan 15 persen sebagaimana yang dilaporkan walikota. Tanah Surat Ijo itu tidak masuk aset pemkot, buktinya dalam neraca yang disahkan dewan surat ijo tidak masuk dalam daftar neraca.
Koordinator Perkumpulan Penghuni Tanah Surat Ijo Surabaya, H. Moch Faried SH menyampaikan hal ini kepada Wartawan di Universitas Wijaya Kusuma Jl. Dukuh Kupang Barat 1/31 Surabaya, Kamis (19/3).
Menurut Faried, seperti disampaikan saat pendataan, walikota dilaporkan bahwa hanyalah Surat Ijo yang dihuni oleh masyarakat pemukim yang katanya hanya 15 persen di luasan yang ada ini sebagai tempat tinggal.
Namun, faktanya tidak demikian karena justru yang bermukim di lahan itu lebih dari 50 persen masyarakat Surat Ijo ada tempat tinggal semua.
Kecuali di tepi-tepi jalan ada usaha restoran, tapi yang tinggal tidak 15 persen.
Terhadap hal ini, kata Faried, pihaknya menjawabinya guna memperjuangkan kepastian hak atas tanah yang sudah ditempati warga sekian tahun lamanya.
Dimintai pendapatnya soal apabila setelah pendataan dan diserahkan ke Kementrian ATR dan tidak ada respon dari Pemerintah Kota Surabaya, langkah apa yang dilakukan, Farid mengatakan, tergantung otoritas menteri.
“Tanah-tanah negara itu keputusannya pada menteri bukan pada walikota. Kalau nanti Menteri mengeluarkan keputusan bahwa kawasan surat ijo merupakan milikĀ pemkot Surabaya, kami akan bertanya alasannya apa. Karena kami menengarai alasan sah itu tidak dipegang walikota. Kalaupun ada itu menyalahi persyaratan yang ditetapkanĀ Menteri Agraria,” tegasnya.
Dirinya menegaskan, tanah Surat Ijo itu tidak masuk aset pemkot Surabaya. buktinya dalam neraca yang disahkan dewan surat ijo tidak masuk dalam daftar neraca. Tidak ada bukti bahwa ketika pemda menguasai tanah yang dihuni masyarakat, warga tidak mengganti rugi satu sen pun.
“Jadi kami meyakini itu bukan tanah pemkot. Kami akan terus berjuang dengan cara persuasif edukatif dan kooperatif,” ujarnya.
Soal Pemkot Surabaya beberapa waktu lalu meminta warga untuk menempuh jalur hukum, Faried balik mengatakan, konteksnya dibalik saja. Dirinya mempersilahkan walikota balik menuntut mereka.
“Tuntut saja. Kami akan layani. Secara de facto sejak lama warga di sana. Dari banyak keputusan walikota yang diterbitkan kepada kami jelas dikatakan bahwa sebagian tanah yang dipakai adalah tanah negara. Dikatakan walikota sendiri loh. Dalam perkembangannya setelah jadi tanah negara tidak ada kejelasan, asal usulnya tidak ada,” katanya.
Dirinya mengatakan, pada era 1980-an surat keputusannya yang diterbitkan masih bagus. Namun saat ini, pertimbangannya apa, Pemkot mempertahankan sebagai asetnya.
“Alasannya itu, Karena walikota terlanjur mendaftar sebagai aset pemda. Sebagian pendapatan untuk kas kota. Andaikan tanah surat ijo dijual murah kemudian uangnya ditaruh di bank maka akan membantu PAD dari sumber yang sama akan melebihi yang ada sekarang Rp 500 miliar bisa mencapai triliunan rupiah,” tegasnya.(ir).