Lpk | Surabaya – Puluhan jurnalis yang tergabung dalam Komunitas Jurnalis Jawa Timur (KJJT) kembali mengadakan Cangkruk rutin rabu malam.
Yang menarik dari cangkruk kali ini adalah kehadiran jurnalis kawakan seperti Noor Arief dan Cak Amu.
Bertempat di warung mbah Cokro, ketua KJJT Ade maulana prihatin realita banyak wartawan yang harus berurusan dengan hukum. Pria asal Surabaya yang juga pimpinan redaksi Berita Rayat ini menyampaikan, bahwa kedepan solidaritas komunitas ini juga harus mengantisipasi hal tersebut.
Untuk sampai ke sana, kami sedang menyiapkan legal standing komunitas ini, agar dapat berlanjut pada MOU dengan lembaga advokasi hukum, kata Ade.
Diskusi yang dimulai pukul 21.00 WIB kemudian dilanjutkan oleh Cak Noor. Tak merasa bosan, pria lulusan ilmu komunikasi ini terus menyampaikan visi dan misi berdirinya komunitas.
Perlu saya sampaikan sekali lagi bahwa berdirinya KJJT merupakan sebuah respon atas keprihatinan dan kerinduan almarhum Zamzami terhadap kemampuan diri para wartawan masa kini, ujar Cak Noor.
Dosen jurnalistik ini melihat bahwa para wartawan sedang berhadapan dengan ancaman serius hukum pidana dan undang-undang (UU) ITE. Sangat mungkin pewarta terjerat masalah hukum jika tidak melengkapi diri sesuai standart kompetensi dasar jurnalis. Baik yang berkaitan dengan literasi maupun etika profesi.
Ia mengamati, pada umumnya para pewarta hanya mengutip UU 40 tahun 1999 dari sisi yang menguntungkan saja, padahal setiap ayat dalam UU ini tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya.
UU Kemerdekaan Pers juga menuntut standart kompetensi diri dari seorang jurnalis, ungkap pria berambut gondrong ini. Lebih lanjut Cak Nur Arief mengatakan bahwa pada titik inilah pewarta sering terjerat masalah hukum, baik hukum pidana maupun ITE.
Mengantisipasi hal ini, KJJT mengambil upaya prefentif melalui pembekalan kompetensi dasar anggotanya. Dalam forum tersebut, seorang jurnalis menganggap bahwa permasalahan hukum yang kerap terjadi memang berakar dari minimnya kemampuan dasar ini, baik soft skill maupun kemampuan menulis. Menurutnya tak ada faksin yang mampu menangkal jebakan hukum selain dari “Sinau”.(belajar)
Seorang pewarta mengakui bahwa keunikan KJJT yang tidak dimiliki komunitas lain adalah semangat untuk belajar menulis. Saya di Sidoarjo ada Komunitas, tapi KJJT punya keunikan. “Sinau”(belajar) itu adalah brand KJJT
Cak Amu juga sepakat bahwa KJJT harus unik dari komunitas yang ada. Pria yang mengabdi puluhan tahun di Jawa pos ini mendorong para wartawan untuk terus melatih diri dalam menulis. Sembari menjelaskan jenis-jenis tulisan dalam dunia jurnalistik, Ia membandingkan pengalamannya memulai karir sebagai wartawan dengan fenomena yang terjadi masa kini.
Dengan lugas pria yang menggunakan topi khas pelukis ini menceritakan pengalaman awal terjun menekuni dunia jurnalistik. Saya dulu berjuang berbulan-bulan dan harus dimentori sebelum akhirnya diijinkan dan dianggap layak untuk menulis. Beda dengan sekarang! Semua instan, ungkapnya.
Sarjana ekonomi ini mengonfirmasi bahwa hal mendasar dalam sebuah karya jurnalistik adalah tulisan. Lebih lanjut ia menguraikan bahwa terciptanya sebuah tulisan tentunya melewati proses yang utuh dari standart dalam dunia jurnalistik. Di sana ada proses pengumpulan data, investigasi, konfirmasi dan teknik menulis.
Pria yang pernah menjadi delegasi Jawa pos untuk investigasi di luar negeri ini akhirnya mengakhiri paparannya memasuki pukul 2 subuh. Di penghujung acara Cak Amu mendorong para wartawan untuk meningkatkan kemampuan diri sebagai faksin yang ampuh menangkal jerat hukum. Hanya dengan melakukan hal tersebut wartawan dipastikan akan lepas dari segala ancaman hukum yang berlaku di negeri ini. (hry/amr)