YALPK | Bandar Lampung – Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) PGRI Bandar Lampung, mengelar diskusi publik bertajuk ‘Merajut Kembali Silaturahmi Pasca Pemilu 2019’, yang diikuti 55 mahasiswa di Cafe Waw, Tanjung Seneng, Bandar Lampung, Senin (20/5) petang.

Diskusi ini bertujuan mengajak masyarakat tidak terprovokasi isu konflik pasca Pemilu 2019. “Diskusi publik ini bertujuan mengedukasi untuk bersikap dewasa pasca Pemilu sekaligus mengajak masyarakat tidak terprovokasi isu-isu uang mengarah pada konflik horizontal,” kata Ari Wibowo Ketua Komisariat STKIP PGRI dalam sambutannya.

Diskusi ini menghadirkan beberapa pakar dan civitas akademisi dari perguruan tinggi di Bandar Lampung, seperti Muhammad Erlando, Sekretaris Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Bandar Lampung, Irza Dewi Sartika S.Pi, M.Si, Akademisi Universitas Lampung (Unila), Ichwan Adji Wibowo, Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Bandar Lampung, Ganjar Jationo, S.E., M.AP, Dinas Kominfo Prov. Lampung, DR. Farida Ariyani, Akademisi yang juga mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Lanjutnya, Muhammad Erlando menyampaikan, bahwa sikap PMII setuju untuk menjaga persatuan dan mengajak mahasiswa untuk mensosialisasikan persatuan tersebut. “Mahasiswa harus saling bahu-membahu mensosialisasikan bahwa tidak ada yang lebih penting dari persatuan Indonesia. Apabila mahasiswa ikut dalam kegiatan politik yang memanas, maka dikhawatirkan tidak ada yang dapat meredam kondisi tersebut. Dan PMII sepakat dengan deklarasi Cipayung agar seluruh elemen masyarakat menjaga persatuan,” ujarnya.

Sementara itu, Irza Dewi Sartika, mengajak mahasiswa tidak ambil bagian dalam ‘people power’ yang diserukan sebagian pihak. Dia juga mengajak mahasiswa tidak ikut-ikutan sebelum mengetahui masalah yang sebenarnya. “Sebagai civitas akademika, mahasiswa diharapkan tidak mengikuti upaya people power dan tidak ikut koar-koar sebelum mengetahui secara luas masalah apa yang sedang disuarakan, laporkan ke MK bila terjadi ketidakpuasan hasil Pemilu. Mahasiswa diharapkan menghindari aksi-aksi di jalanan dan silaturahmi harus kembali dijalin pasca Pemilu ini,” tegasnya.

Dalam diskusi ini, ajakan untuk menerima hasil Pemilu dilontarkan Ichwan Adji Wibowo. Menurutnya Pemilu berkaitan dengan aspek religius, apapun usaha kita, hasilnya adalah takdir Tuhan. Oleh karena itu, suara Tuhan dan suara rakyat berkorelasi. Kaitannya dengan kontestasi Pemilu, semua pihak pada akhirnya harus mau menerima segala hasil dari Pemilu karena merupakan hasil dari suara rakyat dan merupakan takdir Tuhan,” papar Ketua PCNU Bandar Lampung ini.

Ia menambahkan, kekecewaan terhadap hasil Pemilu merupakan hal wajar asalkan dalam koridor konstitusi sesuai Pancasila. “Apabila ada ketidakpuasan terkait hasil Pemilu, maka harus diselesaikan sesuai konstitusi. Ketaatan terhadap pemerintah yang berdasarkan Pancasila harus terus dibangun. Oleh karena itu, masyarakat diharapkan tidak khawatir dengan kondisi Indonesia saat ini,” imbuh Ichwan Adji Wibowo.

Sementara Ganjar Jationo, S.E., M.AP dari Dinas Kominfo Provinsi Lampung mengajak untuk merajut kembali silaturahmi dan mempertahankan keanekaragaman Indonesia dalam upaya mencari solusi dari konflik pasca Pemilu. “Merajut artinya menyatukan keragaman, Indonesia memiliki keragaman yang harus terus dijaga dan dipertahankan. Pahami dahulu apa yang berkonflik, sehingga penyelesaiannya tepat sasaran. Kunci dari merajut kembali silarutahmi pasca Pemilu adalah literasi. Semua harus memahami permasalahan secara lengkap terlebih dahulu agar mamapu menemukan solusi untuk merajut kembali persatuan,” jelas Ganjar Jationo.

DR. Farida Ariyani, Akademisi yang juga mantan anggota KPU, mengungkapkan bahwa regulasi Pemilu 2019 sudah sangat jelas dengan tahapan-tahapan yang telah diatur dalam mekanisme hukum. Oleh karena itu, menurutnya, apabila ada provokasi-provokasi yang mengajak untuk keluar dari mekanisme hukum, maka harus ditolak.

Ia tidak menampik, tahapan Pemilu dirasakan cukup panas karena mudahnya penyebaran isu dalam dua kelompok besar masyarakat. “Oleh karena itu, kondisi tersebut perlu menjadi perhatian bersama agar persatuan bangsa tetap terjaga. Perbedaan pilihan adalah hal yang sah. Indonesia adalah negara hukum, Sehingga apabila ada sengketa dalam Pemilu, maka harus selesaikan sesuai mekanisme hukum,” ujar Farida Ariyani.(jf)

Loading

488 Kali Dilihat

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *