Lpk | Batam – Penarikan kendaraan konsumen yang menunggak cicilan oleh perusahaan pembiayaan (leasing) sampai saat ini masih terjadi.
Loly Madona sebagai debitur dari ADIRA Finance menempuh jalur hukum untuk meminta penangguan ke Pengadilan Negeri Batam melalui kuasa hukumnya DPD YALPK Kepri .
Unit mobil Suzuki R3 Nopol BP 1636 AM yang menunggak angsuran selama 7 bulan dengan angsuran perbulan Rp. 4,3 dengan adanya virus Covid-19 yang membuat perekonomian menjadi menurun.
Loly Madona mengatakan kepada awak media Lpk Nusantara Merdeka www.tabloidlpk.or.id pada hari Kamis (4/2/2021) pada waktu sidang pertama pada tanggal 26 Januari 2021 Ketua Hakim menanyakan apakah saya punya hutang ke Adira Finance dan saya jawab ada, dan apakah saya mempunyai tunggakan selama 7 bulan, dan saya jawab ada.
Dan pada sidang kedua di Pengadilan Negeri Batam pada tanggal 2/2/2021 pihak Hakim meminta saya untuk diskusikan kembali dengan pihak Adira Finance berapa dana yang ada untuk saya membayar tunggakan itu, bila saya melunasi ya dilunasi, dan kalau untuk melanjutkan ya saya harus meminta schedule ulang untuk meminta cicilan lebih kecil, kata Loly.
Farida Sambiring Ketua DPD-YALPK Kepri mengatakan, agar kiranya pembiayaan ini memberikan schedule ulang kepada debitur mulai dari awal kembali angsuran, disebabkan adanya musibah Covid ini agar benar-benar memberikan keringanan cicilan dengan schedule ulang sehingga debitur bisa lancar kembali nantinya.
Adanya surat dari OJK terkait terdampaknya Covid 19 (permohonan kepada pembiayaan) yang semestinya dapat di pertimbangkan atas kebijaksanaan dari pemerintah di karenakan terdampak Covid 19, supaya tidak terjadi bentrokan yang selama ini terjadi di lapangan begitu marak, namun DPD YALPK Kepri telah menyurati semua instansi termasuk kepada :
Menteri Keuangan,Menteri Perdagangan
Menperundag Standarisasi Perlindungan Konsumen di Jakarta Pengadilan Negeri Batam
Kapolda KepriBI dan OJK.
Dimas Tritunggal Wardana, S.H dan Feri Budi Utomo SH selaku kuasa hukum YALPK yang diberi kuasa olah Loly Madona dalam sidang kedua ada cela dari pihak penggugat tidak memahami terkaid lembaga pembiayaan.
Dimas Tritunggal Wardana SH mengatakan dalam sidang kedua kemarin itu agenda saksi dari kita melihat dari pihak penggugat menghadirkan dua saksi yaitu stf dan kepala colektor.
Dari pihak penggugat menjelaskan mekanisme pengajuan rekturisasi terkait pengajuan relaksasi dari debitur tapi dalam sidang kemarin mungkin ada sedikit pemahaman yang mereka tidak kuasai satu ternyata mereka bilang adanya rektrurisasi kolektif dengan pribadi, karena itu jelas relaksasi atau restrurisasi yang didengungankan oleh Presiden kita tidak ada yang namanya kolektif semuanya harus independen, tutur Dimas.
Jadi dari kita itu merupakan keberuntungan untuk agenda sidang selanjutnya, ya semoga saja karena mereka mungkin juga tidak memahami terkait lembaga pembiayaan jadi kita punya cela untuk serang balik, tambahnya.
Fery Budi Utomo, S.H menambahkan terkait pembiayaan memang sering kali menjadikan PR dalam situasi Covid seperti ini, memang harus mengharus semua debitur melakukan kewajibanya namun bukan berarti perjanjian awal perjanjian pokok itu tiba tiba di klaim sekian oleh krediturnya sendiri.
Dengan ada permasalahan Bu Loly seperti ini bisa jadi tolak ukur bagaimana kreditur itu tidak memahami klausula yang harusnya mereka edukasi kepada kreditur contohnya jelas Bu Loly tidak pernah mendapat perjanjian pokoknya itu sudah menyalahi kesepakatan bersama dalam undang-undang perikatan, bahwa undang-undang perikatan bilang kesepakatan yang sah itu dibuat oleh para pihak dan jika kesepakatan itu sudah sah itu berlaku sebagai undang undang, tambahnya.
” Seharusnya dari pihak pembiayaan mentaati segala prosedural dari lembaga yang lebih tinggi seperti OJK, jangan justru malah mengedepankan kepentingan PT Adira Finance sendiri sehingga melupakan dan terkesan tidak mempedulikan kesulitan konsumen, karena ini sama saja mencoreng marwah wajah hukum di negeri, tegas Feri. (dar)