Lpk | Blitar – Dugaan adanya pengolahan limbah B3 yang notabenya banyak yang mengandung unsur asam dan beracun sangatlah berbahaya. Kita harus lebih teliti dan memperhatikan dengan seksama, karena akibat dampak dari pengolahan limbah tersebut sangat berpengaruh pada kesehatan dan pencemaran sumber air di lingkungan sekitar.
Di sinyalir dari gudang yang menampung serta mengelola limbah B3 berjenis Sludge yang di dapat dari pabrik Pakerin Mojokerto, yang di angkut dump truck dengan kapasitas muatan 7-8 Kubik tersebut diduga telah melanggar SOP perijinan.
Kamis, (23/4/2021) saat awak media mencoba masuk ke gudang pabrik tersebut untuk melakukan konfirmasi terkait perijinan, salah satu karyawan pabrik PT Sapta Sarana Abadi, Adi Satria (29) menghalangi untuk masuk, karena di dalam sedang di lakukan pengerukan/dumping limbah B3 dari sebuah truck dengan Nomor Polisi S 8850 UX.
“Mohon maaf mas, kami tidak ijinkan masuk karena ini sesuai perintah pimpinan, memang benar yang ada di dalam dump truck tersebut limbah B3 yang akan di olah menjadi tray tempat telur, dan limbah tersebut Di dapat dari pabrik pakerin yang ada di wilayah Mojokerto,” Ujarnya.
Saat di singgung terkait perijinan pabrik milik PT Sapta Sarana Abadi, Eka Yong Tono selaku pimpinan atau direktur dari perusahaan tersebut, melalui karyawannya bernama Adi (29) saat itu memperlihatkan surat ijinnya melalui telepon seluler miliknya, dan di dalam foto tersebut tertera surat ijin baru yang dikeluarkan pada tanggal 18 Februari 2021.
Sedangkan Adi sendiri juga mengakui kerja di tempat tersebut sekitar sudah 7 bulan. Dugaan adanya pelanggaran aturan dan Sop Perizinan, Ketika awak media mau minta foto atau data dokumen perijinan dari perusahaan tersebut, Adi mengatakan, “Yang boleh minta gambar dan data ini hanya Polisi dan Satpol PP atau Dinas terkait,” katanya.
Sementara itu, Ketua RT setempat Sungep menjelaskan, dengan adanya keluhan dari warga masyarakat terkait adanya pendirian pabrik tray yang sekaligus pengolah limbah B3 tersebut, selain baunya yang menyengat dan kadang membuat sesak nafas, disisi lain juga sering terjadi kemacetan karena jarak antara pintu masuk dengan jalan raya hanya berjarak sekitar 5 meter.
“Dulu juga pernah di demo warga mas, tapi kayaknya gak pernah dihiraukan, saya selaku RT lingkungan kadang merasa jengkel, saya dan warga juga terdampak dari limbah tersebut, dan saya pribadi juga tidak pernah merasa menandatangani dan menyetujui dari pabrik pengolah limbah tersebut,” bebernya.
Guna menindak lanjuti dari keresahan masyarakat yang selama ini mereka pendam, akankah dinas terkait sudi kiranya untuk turun ke lapangan dan segera melakukan sidak sesuai SOP dan peraturan perundang undangan yang berlaku.
Reporter : Yanti