Membela Harga Diri Dan Kehormatan Lewat Tradisi Sigajang Laleng Lipa !
(Baku Tikam Dalam Sarung) Ketika Suatu Permasalahan Tidak Ada Jalan Keluarnya.

Adat Bugis-Makassar : 

Sarung dalam Sigajang Laleng Lipa memiliki arti sebagai simbol persatuan dan kebersamaan suku Bugis Makassar. Pertarungan Sigajang Laleng Lipa biasanya dilakukan di Tempat Terbuka atau tempat tertentu yang kemudian dijadikan sebagai arena.

Cara ini sebenarnya sangat dihindari, karena masyarakat Bugis-Makassar di Sulawesi Selatan mengenal sebuah pepatah yang berbunyi, ”Ketika badik telah keluar dari sarungnya, pantang diselip di pinggang sebelum terhujam di tubuh lawan.”

Filosofi ini bermakna sebuah masalah dapat dicapai solusi terbaiknya tanpa harus menggunakan kekerasan meski melibatkan dewan adat.

Tetapi apabila sudah menyangkut harga diri, mau tidak mau biasanya akan ditempuh oleh pihak yang berkonflik. Karena dalam budaya suku Bugis-Makassar terdapat dua hal yang digenggam erat, yaitu konsep Ade’ yang berarti adat istiadat yang harus dijunjung dan Siri Na Pacce/Passe adalah rasa malu atau harga diri yang perlu dijaga dan dipertahankan agar harkat dan martabat tetap terjaga.

Siri punya makna paling kuat dalam budaya masyarakat Bugis-Makassar. Hal ini terlihat dari sebuah pepatah Bugis yang berbunyi, “Siri Paranreng Nyawa Palao”, yang berarti harga diri yang rusak hanya bisa dibayar dengan nyawa lawannya. Bagi masyarakat Bugis-Makassar, manusia yang tidak punya siri atau rasa malu bukanlah siapa-siapa, tapi seekor binatang.

Biasanya pertarungan Sigajang Laleng Lipa akan memberikan hasil yang imbang, antara kedua pihak meninggal atau kedua pihak sama-sama hidup. Setelah melakukan Sigajang Laleng Lipa, kedua pihak yang bertikai tidak boleh lagi memiliki rasa dendam, dan masalah yang menjadi bahan pertikaian dianggap sudah selesai.

OLeh : Edy Rudyanto

Loading

1,472 Kali Dilihat

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *