YALPK | Surabaya – Putusan untuk kasus Vanessa sudah keluar. “..menyatakan terdakwa terbukti bersalah dengan sengaja mentransmisikan informasi elektronik yang melanggar kesusilaan dipidana selama lima bulan..,” begitu cuplikan amar putusan yang dibacakan. Kemudian dalam media elektronik tampil kuasa hukum yang menyatakan bahwa menurut fakta di persidangan Vanessa tidak mendistribusikan konten yang melanggar kesusilaan, termasuk membuat dapat diaksesnya konten tersebut sebagaimana yang diatur dalam pasal 27 ayat (1) UU ITE. Kuasa hukum tersebut mewakili masyarakat pada umumnya. Saya yakin itu karena setiap bertemu orang baru dan membahas tentang kasus ini semua mengatakan bahwa penetapan Vanessa sebagai tersangka melanggar hak asasi manusia karena dalam hal prostitusi posisinya sebagai korban.
Vanessa mengirimkan konten yang melanggar kesusilaan hanya kepada temannya. Maka tidak ada tujuan menyebarkan, kira-kira narasinya begitu. Dalam penjelasan pasal 27 ayat (1) dijelaskan definisi “mendistribusikan, mentransmisikan dan membuat dapat diaksesnya” satu informasi melalui media internet. Distribusi adalah pengiriman atau penyebaran satu informasi elektronik kepada banyak orang atau berbagai pihak, transmisi adalah mengirimkan kepada seorang atau satu pihak saja dan yang dimaksud membuat dapat diakses adalah perbuatan selain distribusi dan transmisi yang menyebabkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dapat diketahui pihak lain atau publik. Intinya semua konten yang melanggar UU ITE tidak ada celah untuk dikirimkan. Di sisi lain Undang-Undang Dasar NRI 1945 mengatur tentang Hak Pribadi dalam pasal Pasal 28G ayat (1) UUD NRI 1945 : “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”. UU no 39 tahun 1999 tentang HAM juga mengatur bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan hak miliknya (pasal 29 ayat (1)) selain bahwa setiap orang juga memiiliki kebebasan untuk mengeluarkan pendapat sesuai hati nuraninya. Ketika yang dipermasalahkan adalah komunikasi Vanessa dengan temannya apakah artinya terjadi pelanggaran. Bukankah itu juga merupakan kebebasan pribadi?
Pada dasarnya hak pribadi adalah hak yang boleh dilakukan pembatasan oleh negara. Pasal 32 UU HAM juga menyatakan bahwa setiap orang memiliki kebebasan Kemerdekaan dan rahasia dalam hubungan surat-menyurat termasuk hubungan komunikasi sarana elektronika tidak boleh diganggu, kecuali atas perintah hakim atau kekuasaan lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan. Hubungan surat menyurat adalah hak pribadi, namun negara memberi perkecualian yang juga merupakan pembatasan. Demikian pula dalam UU ITE tentang pelanggaran kesusilaan. Pada kalimat awal pasal kesusilaan UU ITE tertulis setiap orang dengan segaja dan tanpa hak. amintang bahwa Istilah “tanpa hak” dalam hukum pidana, disebut juga dengan istilah “wederrechtelijk”. Mengutip PAF Lamintang, seorang ahli pidana yang buku-bukunya menjadi rujukan hukum pidana istilah tanpa hak dikenal juga wederrechtelijk memiliki beberapa pengertian, yaitu bertentangan dengan hukum objektif, bertentangan dengan hak orang lain, tanpa hak yang ada pada diri seseorang atau tanpa kewenangan. Melanggar hukum termasuk dalam istilah ini. Sehingga terjemahan bebas pasal ini sehubungan dengan kasus Vanessa berarti bahwa siapa saja yang sengaja dan melawan hukum menyebarkan, mengirimkan dan membuat dapat diaksesnya informasi elektronik yang memiliki muatan melanggar kesusilaan dapat dipidana.
Artinya warga negara tidak memiliki kebebasan untuk berkomunikasi dan menyalurkan pendapatnya melalui internet? Idealnya, selama mengirimkan konten yang tidak termasuk dalam muatan yang dilarang maka boleh-boleh saja. Demikian pula apabila ‘dibenturkan’ dengan kebebasan untuk memanfaatkan teknologi. Kemudian bagaimana dengan kebebasan atas hak milik? Bukankan gawai/ gadget yang digunakan melakukan komunikasi adalah hak milik? Kali ini saya setuju. Tidak ada seorang pun yang dapat mengganggu hak milik orang lain. Deklarasi Universal tentang HAM juga mengatur demikian sebagaimana yang ditulis dalam Pasal 17 yaitu setiap orang berhak memiliki harta, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain dan tidak seorang pun boleh dirampas harta miliknya dengan semena-mena. Merujuk pada penjelasan ini maka harus dibedakan antara gawai sebagai benda dan internet sebagai sarana teknologi. Negara memiliki wewenang yang berbeda di keduanya.
Kasus ini tidak sesederhana yang dibayangkan. Belajar dari kasus Vanessa, pemanfaatan internet tidak termasuk hak asasi yang dibatasi. Belajar dari Vanessa, pengguna internet harus berhati-hati dalam mengirimkan informasi elektronik yang melanggar UU ITE. Belajar dari kasus Vanessa, selain distribusi, UU ITE juga mengenal istilah transmisi yaitu mengirimkan informasi elektronik secara pribadi. Belajar dari Vanessa informasi elektronik merupakan alat bukti yang sah. Sekali lagi, hati-hati dengan jari. ( ir )