DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Abdul Muis Masduki
SAYA dilahirkan sebagai anak kedua dari sepuluh bersaudara pasangan Bapak H Masduki (alm) dengan seorang Ibu Hj Marhamah. Kedua orang tua saya adalah pedagang di Pasar Krempyeng Jalan Karang Menjangan Surabaya. Berkat keuletan dan kerja kerasnya, saya bisa merampungkan sekolah di SMPP Negeri Jl Panjang Jiwo Surabaya, (kini SMA 16) tahun 1983.
Sambil kuliah di Universitas Putra Bangsa (UPB) Surabaya, saya menjadi wartawan di Majalah Mingguan Liberty, pimpinan Bapak Bondan Winarno, yang kini dikenal dengan program kulineri Mak Nyus-nya televisi nasional itu. Di media ini, saya juga dibina langsung oleh dua wartawan senior sebagai Pemimpin Redaksi dan wakilnya, yaitu: Bapak Anshari Tayib (mantan Ketua PWI Jatim) dan Mas Enong Ismail (keponakan mantan Wakil Presiden RI Tri Sutrisno era Presiden Soeharto).
Setelah setahun belajar menulis di Majalah Liberty, saya diterima di Harian Umum Memorandum, pimpinan Bapak H Agil H Ali (alm). Pak Agil kala itu juga sebagai Ketua PWI Jatim, yang dikenal gigih melahirkan wartawan muda potensial hingga mampu direkrut berbagai media nasional.
Karena itu, setelah setahun menimba ilmu di Memorandum, saya bergabung dengan Jawa Pos atas ajakan Mas Slamet Oerip Prihadi. Koran yang dipimpin Bapak Dahlan Iskan ini, menerima saya tanpa syarat dan langsung berkarya pada awal tahun 1985. Di Harian Pagi Jawa Pos, yang saat itu masih berkantor di Jalan Kembang Jepun Surabaya, kami dibina langsung oleh Pak Dahlan agar menjadi wartawan yang militan. Loyal terhadap profesi, memegang teguh Kode Etik Jurnalistik, serta bertekad memajukan perusahaan dengan semangat kerja keras.
Klub Galatama Mitra Surabaya
Berbekal sentuhan langsung tiga tokoh pers: Anshori Thayib, Agil H Ali dan Dahlan Iskan inilah, karir saya mulai membaik. Pak Dahlan mempercayai saya untuk meliput semua aktivitas olahraga, yang menjadi primadona Jawa Pos. Terutama liputan tinju, bulutangkis dan sepak bola.
Tahun 1986, saya mendapat tugas khusus meliput sepak bola nasional. Terutama kiprah Persebaya hingga sukses menjadi juara kompetisi Perserikatan Divisi Utama PSSI 1987/1988. Saat itu pula, oplah Jawa Pos menembus tiras 100 ribu eksemplar, dan mampu menggusur Harian Sore Surabaya Post, yang kala itu sulit tertandingi.
Dua tahun kemudian, akhir tahun 1989, saya dipercaya Pak Dahlan sebagai Manajer Tim Mitra Surabaya. Sebuah klub sepak bola profesional (Galatama) yang dikelola Jawa Pos, setelah pemilik Niac Mitra Agustinus Wenas menyerahkan klubnya kepada Pak Dahlan, karena pailit. Klub semi profesional ini dikenal dengan julukan The Public. Digelari The Public lantaran sebagian dana berdirinya Mitra Surabaya, diperoleh dari sumbangsih para pendiri.
Dua tahun berikutnya (1991), saya dikirim ke Kuala Lumpur untuk menjadi Perwakilan Jawa Pos di Malaysia. Selama lima tahun di Negeri Jiran, saya bisa meliput berbagai event lokal dan internasional. Bahkan, peristiwa yang ada di wilayah negara ASEAN, tak luput dari covered area saya. Di antaranya Thailand, Singapura dan Brunei Darussalam. Disamping meliput, saya sempat menikmati belajar bahasa Inggris dan manajemen di Institute Tutorial Kuala Lumpur, selama setahun.
Sepulang dari Malaysia, saya ditunjuk sebagai Kepala Kompartemen Olahraga. Setahun kemudian, saya bersama lima rekan lainnya dikirim Jawa Pos untuk menekuni dunia broadcasting di Stasiun Andalas TV (ANTV) Jakarta. Tim Jawa Pos pun menjadi peliput utama dalam Program Cakrawala, yang tayang setiap jam 5 Sore itu. Program ini lantas menjadi barometer news-nya televisi di Indonesia, dan bersaing ketat dengan Seputar Indonesia-nya RCTI.
Ini tak lain, lantaran kuatnya suplai berita-berita kriminal, olahraga dan sebagainya dari Tim Jawa Pos, yang beranggotakan satu kru (terdiri dari reporter, kameramen dan driver). Sehingga Tim Cakrawala dan Lensa Olahraga di Jawa Timur mambu berkonstribusi dengan Tim Jakarta.
Olimpiade Atlanta dan Piala Dunia 2002
Suatu kebanggaan yang tidak akan saya lupakan selama menjadi wartawan Olahraga Jawa Pos adalah pemberian penghargaan langsung dari perusahaan untuk meliput multievent tingkat dunia. Yaitu Olimpiade di Atlanta, Amerika Serikat tahun 1996. Banyak pengalaman, ilmu dan inspirasi yang saya dapatkan selama sebulan berada di lingkungan atlet dunia itu.
Tahun-tahun sebelumnya, saya juga pernah meliput multi event lainnya tingkat Asia dan ASEAN. Di antaranya Asian Games Hiroshima Tahun 1994, SEA Games Singapura, Jakarta dan Manila. Juga, liputan bulu tangkis dunia, Piala Thomas di Kuala Lumpur dan Jakarta, serta beberapa kali liputan PON dan sepak bola nasional dan internasional lainnya.
Yang tak surprisenya adalah sepulang dari bertugas untuk yang kedua kalinya di Kuala Lumpur, Malaysia, lagi-lagi Pak Dahlan memilih saya untuk meliput event bergengsi level dunia, yakni Piala Dunia Kore-Jepang 2002. Lengkap sudah, pengalaman saya menjadi Wartawan Olahraga Jawa Pos. Mulai jadi manajer tim sepak bola profesional Mitra Surabaya, meliput Piala Dunia, Olimpiade Atlanta, Asian Games, SEA Games dan masih banyak lagi event-event internasional dan nasional yang tidak bisa saya sebut satu persatu di sini.
JTV dan GM Radar Bandung
Mengingat pengalaman lapangan yang dirasa Sang Bos Dahlan Iskan sudah cukup, serta terlalu lama berkutat di Redaksi Media Cetak, Pak Dahlan kemudian menugaskan saya bergabung dengan JTV. Stasiun televisi swasta milik Jawa Pos, yang saat itu, tak kunjung berkembang setelah dua tahun tayang.
Di JTV saya ditunjuk sebagai Eksekutif Produser News. Program yang mengesankan saya adalah lahirnya program berita khas Suroboyoan, Pojok Kampung. Program ini langsung naik rating-nya dan menghasilkan iklan miliaran rupiah, dari iklan rokok dan minuman.
Income ini yang membuat kru pemberitaan kian bertambah, dan kami pun menambah program baru. Di antaranya ada Pojok Pitu, Pojok Perkoro, Pojok Meduro, Pojok Kulonan dan Pojok Arena. Selama jadi Eksekutif Produser, saya sempat menggelar Siaran Langsung Persebaya saat laga di Lamongan dan Sleman.
Lima tahun bersama JTV, saya kemudian di-roling lagi untuk bertugas keliling grup-grup Jawa Pos (JPNN) di daerah-daerah. Sebab, karya tulis wartawan baru dan daerah, jauh sekali kualitasnya dibanding pada masa kami menjadi anak buah Pak Dahlan. Maklum, Pak Dahlan sendiri sudah tidak lagi menangani langsung Redaksi Jawa Pos. Saya pun mengawali road show dari Radar Madura, Radar Malang, Radar Bojonegoro, Radar Madiun, Radar Bromo, Radar Kudus, Radar`Semarang dan semua Radar di wilayah edar Jawa Pos.
Seiring dengan berjalannya waktu, sungguh tak terasa hingga hampir media Grup Jawa Pos, yang menjadi market leader sempat saya singgahi.
Ini yang membuat saya didaulat bergabung dengan jaringan nasionalnya Jawa Pos, yaitu JPNN pada 2007. Saya pun bisa melihat kualitas koran Jawa Pos Grup di Sumatra, Kalimantan, NTB, dan Jawa Barat.
Selama di Jawa Barat, tahun 2008, saya diangkat menjadi General Manager Radar Bandung. Setahun kemudian digeser ke anak perusahaan Grup Radar Cirebon, yaitu Bandung Ekspres sebagai Wakil Direksi. Di grup ini, tepat pada tanggal 1 April 2010, saya dan teman-teman turut membidani lahirnya koran kabupaten yaitu, Sumedang Ekspres yang masih survive dan berkembang pesat hingga kini.
Pensiun Dini Setelah Tangani JP Arab Saudi
Setahun kemudian, saya diminta meninggalkan jabatan empuk di Bandung Ekspres untuk menerima tantangan baru. Menerbitkan Jawa Pos Edisi Arab Saudi! Satu kebanggaan tersediri, karena Jawa Pos bakal menjadi koran satu-satunya dari Indonesia yang diterbitkan di luar negeri.
Koran internasional Jawa Pos ini, sempat beredar selama setengah tahun. Yaitu pada bulan Maret sampai Agustus 2011. Sayang, koran tersebut tak beredar lagi lantaran partner Jawa Pos di Jeddah, tidak memegang komitmen dalam berbisnis. Jawa Pos edisi Arab Saudi pun gulung tikar, sebelum melakukan cetak jarak jauh, ketika kloter pertama jamaah haji Indonesia masuk Saudi.
Menyusul tutupnya koran internasional ini, managemen Jawa Pos melakukan restrukturisasi dengan membentuk dua stakeholder. Managemen Jawa Pos Koran dan Jawa Pos Holding. Saya pun memilih Pensiun Dini pada tanggal 1 Oktober 2011, bersama tujuh rekan senior lainnya. Setelah pensiun dini, saya sempat diminta membantu media grup Jawa Pos sebagai konsultan.
Akhir 2012 saya bergabung dengan Kadin Institute menggantikan Prof Dr Sam Abede Pareno sebagai Direktur Eksekutif . Di Kadin Institute, saya berhasil membuat event-event yang berhubungan dengan pelatihan UKM dan keriwausahaan. Setahun kemudian saya harus melepas jabatan tersebut, lantaran sibuk dengan persiapan pencalegan sebagai Caleg DPR RI dari PPP Dapil Jatim 1 (Surabaya-Sidoarjo).
Seusai Pemilu Legeslatif bulan April, saya memutuskan untuk tidak akan terjun di dunia politik praktis. Saya kemudian bergabung dengan koran baru di Surabaya, Berita Metro sebagai Wakil Direksi tahun 2014.
Setelah itu lebih banyak aktif di bidang pelatihan jurnalistik di kalangan mahasiswa dan pelajar SMA. Juga sering diundang beberapa perusahaan dan sekolah untuk menjadi motivator Revolusi Mental Training. Syukur Alhamdulillah menjelang Lebaran 2016, saya bersama senior Jawa Pos Slamet Oerip Prihadi berhasil menerbitkan buku legenda peristiwa sepak bola gajah yaitu mengalahkanya Persebaya Surabaya 0-12 dari Persipura Jayapura. Buku perdana ini kami beri judul: Sepak Bola Gajah Paling Spektakuler.
Akhir 2016 hingga awal 2017 diminta manajemen Jawa Pos untuk menangani Lombok Post sebagai Wakil Direktur. Setahun kemudian bergabung dengan media online Times Indonesia sebagai Kepala Biro Nusa Tenggara Barat (NTB). Hingga pertengahan 2019 dimutasi ke Surabaya menjadi General Manajer. Setelah itu bergabung dengan Arek TV sebagai Pemimpin Redaksi.
Awal 2020 bergabung dengan Bangga Indonesia sebagai Pemimpin Redaksi dan Direktur Program Bangga Indonesia TV Channel YouTube.
Saat ini 2021 saya dipercaya mengembangkan media cetak dan online di Tabloud Lpk Nusantara New & www.tabloidlpk.or.id serta LpkTV channel YouTube LpkTv.com
Sekian daftar riwayat karir saya.
Oleh : Abdul Muis Masduki