Lpk | Sidoarjo – Di zaman digitalisasi yang semakin tanpa batas menyebabkan meningkatnya kebutuhan sekunder masyarakat. Sebagai contoh, dahulu kendaraan bermotor dinilai sebagai kebutuhan tersier, berbeda dengan saat ini dimana untuk beberapa orang benda yang bersifat liabilitas dinilai sebagai penopang kebutuhan untuk mobilitas sehari-hari.

Penting bagi profesional hukum untuk memperkaya riset hukumnya tak hanya dari peraturan perundang-undangan namun juga dari putusan pengadilan penting.

Tak jarang, seseorang yang tidak dapat bertanggung jawab dengan pilihannya dapat mengakibatkan adanya kredit macet hingga menimbulkan wanprestasi. Wanprestasi sendiri merupakan sebutan terhadap seseorang yang alpa, lalai, atau ingkar janji. Umumnya ditujukan kepada debitur yang tidak melakukan apa yang telah ia perjanjikan.

Wanprestasi dalam perjanjian pembiayaan, khususnya dalam praktik pembiayaan kredit kendaraan dapat diartikan sebagai:

  1. Debitur tidak membayar angsuran kredit kendaraan sejak awal, atau kabur membawa kendaraan; kreditur tidak menyerahkan objek jaminan fidusia yang diperjanjikan;
  2. Membayar kredit pembiayaan kendaraan hanya beberapa bulan, setelahnya tidak membayar lagi. Bisa juga terjadi hanya jika membayar separuh dari angsuran bulanan;
  3. Diperjanjikan angsuran kredit dibayar paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan, tetapi debitur membayarnya pada tanggal 20 (dua puluh) pada bulan tertentu;
  4. Pasal 36 UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia melarang perbuatan ‘mengalihkan’, ‘menggadaikan’, atau ‘menyewakan’ benda objek jaminan fidusia.

Lalu, bagaimana hubungan hukum diantara kreditur dan debitur dalam Perjanjian Pembiayaan?

Putusan Mahkamah Agung (MA) No. 651 K/Pid.Sus-BPSK/2013 (Konsumen vs Perusahaan Pembiayaan) menyatakan bahwa hubungan hukum antara konsumen dengan perusahaan pembiayaan adalah hubungan ‘perjanjian pembiayaan’ dengan jaminan fidusia dimana apabila salah satu pihak ingkar dapat dinyatakan sebagai wanprestasi dengan penyelesaian dilakukan oleh Pengadilan Negeri bukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).

Putusan ini juga didukung oleh Putusan MA lainnya yakni No. 704 K/Pid.Sus-BPSK/2016 (Konsumen vs Bank) yang menyatakan bahwa apabila salah satu pihak wanprestasi, maka gugatan pengadilan menjadi langkah penyelesaian.

Bersambung:

Oleh : Edy R. A. Tarigan

Loading

352 Kali Dilihat

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *