Lpk | Surabaya – Ketua Dewan Komisoner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso dan Anggota Dewan Komisioner OJK merangkap Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan, Heru Kristiyana menegaskan, sektor jasa keuangan tetap stabil ditengah pandemi Covid-19.
Pada posisi Juli 2021 menunjukkan pertumbuhan yang positif seperti intermediasi perbankan dan penghimpunan dana di pasar modal. Dalam periode Januari sampai dengan Juli 2021, perbankan telah mengucurkan kredit sebesar Rp1.439 triliun.
Wimboh Santoso dalam keterangan persnya yang disampaikan melalui daring, Rabu (8/9/2021) mengatakan, dalam periode yang sama terdapat pelunasan dan pembayaran angsuran kredit termasuk dari beberapa debitur besar yang mencapai Rp1.332 triliun.
Sementara itu, profil risiko lembaga jasa keuangan pada Juli 2021 masih relatif terjaga dengan rasio NPL gross tercatat sebesar 3,35% (NPL net: 1,09%) dan rasio NPF Perusahaan Pembiayaan Juli 2021 tercatat sebesar 3,95%.
Likuiditas industri perbankan sampai saat ini masih berada pada level yang memadai. Rasio alat likuid/non-core deposit dan alat likuid/DPK per Juli 2021 terpantau masingmasing pada level 149,32% dan 32,51%, di atas threshold masing-masing sebesar 50% dan 10%.
Permodalan lembaga jasa keuangan juga masih pada level yang memadai. Capital Adequacy Ratio industri perbankan tercatat sebesar 24,67%, jauh di atas threshold.
Risk-Based Capital industri asuransi jiwa dan asuransi umum masingmasing tercatat sebesar 653,74% dan 346,73%, jauh di atas ambang batas ketentuan sebesar 120%. Begitupun gearing ratio perusahaan pembiayaan yang tercatat sebesar 1,99 kali, jauh di bawah batas maksimum 10 kali.
“OJK secara berkelanjutan melakukan asesmen terhadap sektor jasa keuangan dan perekonomian untuk menjaga momentum percepatan pemulihan ekonomi nasional serta terus memperkuat sinergi dengan para stakeholder dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan,” pungkas Wimboh.
Dalam kesempatan yang sama, Heru Kristiyana menyampaikan bahwa OJK telah memutuskan untuk memperpanjang kembali relaksasi retrukturisasi kredit perbankan hingga 31 Maret 2023.
Pokok-pokok pertimbangan perpanjangan restrukturisasi kredit tersebut adalah untuk menjaga momentum stabilnya indikator kinerja perbankan serta kinerja debitur restru Covid-19 yang sudah mulai mengalami perbaikan.
Perpanjangan juga diperlukan dalam mempersiapkan Bank dan debitur untuk soft landing ketika stimulus berakhir (menghindari cliff effect). Sebagai bagian dari kebijakan counter cyclical dan dapat menjadi salah satu faktor pendorong yang diperlukan untuk menopang kinerja debitur, perbankan, dan perekonomian secara umum.
Selain itu, kebijakan ini diharapkan dapat memberikan kepastian baik bagi perbankan maupun pelaku usaha dalam menyusun Rencana Bisnis tahun 2022.
Perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit ini berlaku bagi seluruh bank yaitu Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah, BPR, dan BPRS. Selain itu, Heru Kristiyana menambahkan bahwa OJK telah mengeluarkan POJK No. 12/POJK.03/2021 tentang Bank Umum dan POJK No. 13/POJK.03/2021 tentang Penyelenggaraan Produk Bank Umum.
Dikeluarkannya dua POJK ini dimaksudkan untuk menciptakan kesetaraan antara bank konvensional dan syariah melalui percepatan transformasi digital, mendorong konsolidasi dan sinergi antar bank, konektifitas dan kolaborasi antar bank dalam rangka membentuk ekosistem ekonomi digital yang mapan di Indonesia, mendorong efisiensi ekonomi, pemberdayaan bank skala kecil, dan meningkatkan inklusi keuangan.
Reporter : Ida-Joko