YALPK | Surabaya – Puluhan mahasiswa dari PK.PMII Perjuangan Unitomo Surabaya menggelar demo menabur garam di pintu masuk Kantor DPRD Provinsi Jawa Timur, Senin (22/7).
Aksi tersebut merupakan aksi protes terhadap harga garam Petambak yang terus anjlok. Selain menabur garam, mereka melakukan orasi secara bergantian menyuarakan aspirasi terkait murahnya harga garam rakyat.
Harga garam petambak garam anjlok di titik terendah, 1kg di hargai Rp 300 – Rp 400 dan tidak optimalnya penyerapan hasil produksi hasil panen 2019 selain itu hasil produksi garam 2018 masih ada di gudang-gudang lahan pegaraman petambak garam ini di sebabkan impor garam yang berlebih dan bertumpuknya stok garam impor yang ada digudang pabrik, hal.ini membuat petambak garam was-was, resah, dan khawatir tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Tahun 2018 pemerintah mengimpor garam dengan kuota yang sangat besar yaitu 3,7 juta ton dan tahun 2019 mengimpor lagi 2, 7 juta ton, ini sangat kerugikan petambak garam dan menabrak mandat Undang-Undang No 7 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pambudi Daya Ikan, dan Petambak Garam.
“Carut marutnya PP No 9 tahun 2018 merupakan sabotase pengalihan rekomendasi kuota impor garam dan Kementrian Kelautan Dan Perikanan ke Kementrian Perindustrian, ini juga berbenturan dengan mandat Undang-Undang No 7 tahun 2016, selain itu Pempres No 71 tahun 2015 mengeluarkan garam dari barang kebutuhan pokok dan barang yang penting, padahal dalam pasal 1 ayat 1 yang dimaksud barang kebutuhan pokok adalah yang menyangkut hajat hidup orang banyak dengan skala pemenuhan yang tinggi serta menjadi faktor pendukung kesejahteraan masyarakat dan ayat 2 mendefisikan barang penting adalah barang strategis yang berperan penting dalam menentukan kelancaran pembangunan, merujuk definisi di atas berarti garam termasuk barang kebutuhan pokok dan barang penting, jadi pemerintah pusat harus mengkaji ulang, merevisi perpres no 71 tahun 2015”, pungkas Ahmadi yang bertindak sebagai korlap aksi setelah bertemu anggota dewan.
“Jadi pada intinya komitmen kami terhadap pertambahan garam itu sudah sejak beberapa tahun yang lalu jadi 2017 yang lalu kita juga langsung mengawal petambak garam yang dari Madura ketika ada impor garam dari Australi ada impor garam dari India yang waktu itu langsung dibawa ke Gresik juga ikut kita Kawal kita pantau dan ternyata memang bermasalah sehingga itu menjadi catatan untuk kami yang sudah kita sampaikan kepada pemerintah provinsi maupun kepada pemerintah yang ada di pusat dan kemudian terkait dengan perkembangan yang ada sekarang kita juga masih prihatin ternyata permasalahan impor garam ini masih terus berjalan dan belum juga selesai,” pungkas Ahmad Firdaus dari Komisi B.
Dihadapan mahasiswa telah di tandatangani Pernyataan Sikap Bersama dari pihak mahasiswa Slow Ahmadi Neja sebagai korlap dan Ahmad Firdaus dari Komisi B, setelah itu mahasiswa berlanjut aksi demo di depan Kantor Gubernur Jawa Timur di Jalan Pahlawan Surabaya, dan melakukan aksi bakar ban dan garam. ( jf/ir )