Lpk | Trenggalek – Tanggal 31 Agustus diperingati sebagai Hari Jadi Trenggalek. Dalam catatan sejarah, Hari Jadi Trenggalek ditetapkan berdasarkan pembuatan Prasasti Kamulan oleh Kerajaan Kediri, pada masa kekuasaan Raja Kertajaya (1194-1222).

Menurut buku “Selayang Pandang Sejarah Trenggalek” yang ditulis oleh Abdul Hamid Wilis (almarhum), Prasasti Kamulan dibuat oleh Kerajaan Kediri pada 31 Agustus 1194 masehi. Prasasti itu sebagai hadiah atas kontribusi masyarakat Kamulan kepada sang raja untuk melawan musuh-musuhnya.

Saat ini, Kamulan menjadi salah satu desa di Kecamatan Durenan, Kabupaten Trenggalek. Abdul Hamid Wilis mencatat, Prasasti Kamulan merupakan prasasti yang lengkap, karena menyebutkan kapan dibuatnya dan siapa yang memerintahkan untuk membuatnya.(02/09/2023)

Prasasti Kamulan memiliki tinggi tepi 140 cm, tinggi tengah 143 cm, lebar atas 95 cm, lebar bawah 78 cm, dan tebal 32 cm. Isi Prasasti Kamulan cukup panjang dan lebar. Bagian depan ada 31 baris dan bagian belakang 32 baris. Bagian bawahnya ada yang pecah. Sehingga, kemungkinan ada beberapa baris yang hilang.

Berdasarkan buku “Selayang Pandang Sejarah Trenggalek”, berikut isi Prasasti Kamulan:

  1. Raja Kediri Kertajaya, istananya di Katang diserang dan diduduki musuh. Raja Kertajaya terpaksa lari meninggalkan istana menuju selatan, yaitu ke daerah Boyolangu (sekarang wilayah Tulungagung) dan ke Kamulan (sekarang wilayah Trenggalek).
  2. Di Kamulan pada waktu itu dipimpin oleh 4 Katandan. Dalam Prasasti Kamulan disebut “Aji Katandan Sakapat”. Pengertian 4 Katandan yang memerintah Kamulan pada waktu itu secara kolektif bersama-sama. Dapat diartikan pula karena wilayah Kamulan yang luas, sehingga dibagi 4 wilayah dan masing-masing dipimpin oleh 1 Katandan, langsung di bawah Raja Kediri. Kedudukan Katandan berada di atas Demang dan di bawah Menteri atau Patih.
  3. Empat Katandan dan rakyat di Kamulan berkonsolidasi dengan Raja Kertajaya dan menyusun kekuatan untuk menyerang kembali musuh di Katang-Katang. Hingga akhirnya, mereka berhasil mengalahkan musuh. Raja Kertajaya dapat berkuasa lagi dengan pusat kerajaannya di Panjalu.
  4. Sebagai hadiah kepada rakyat Kamulan dan 4 Katandan, maka Raja Kertajaya memberikan anugerah yang dituliskan dalam Prasasti Kamulan. Anugerah itu berupa pemberian status Kamulan sebagai daerah otonom, perdikan, atau sima swatantra (bebas pajak) setingkat Kadipaten. Empat Katandan juga mendapat gelar sebagai “Rakyan Menteri Katandan”.

Secara lebih rinci, Abdul Hamid Wilis mencatat Prasasti Kamulan dibuat pada hari Budha Kaliwuan, wuku Mahaktal. Artinya, pada hari Rabu Kliwon, wuku Maktal. Dalam Prasasti Kamulan tertulis “Swasti 1116 bhadrawadamasatithi trayodasi suklapaksa”. Kurang lebih artinya “Bulan Bhadrawada parogelap”.

Parogelap maksudnya antara tanggal 16 sampai 29/30. Kalau antara tanggal 1 sampai 15, namanya paroterang. Kalau Prasasti Kamulan dihitung dengan tahun Masehi, menjadi tanggal 31 Agustus 1194.

Berdasarkan isi Prasasti Kamulan, akhirnya Abdul Hamid Wilis bersama Tim Panitia Sejarah Trenggalek, mengusulkan Hari Jadi Trenggalek jatuh pada hari Rabu Kliwon, Wuku Maktal, tanggal 31 Agustus 1194, .

“Usulan tersebut diterima oleh Pemerintah [bupati dan DPRD] Trenggalek dan akhirnya ditetapkan dengan Surat Keputusan DPRD Kabupaten Trenggalek,” tulis Abdul Hamid Wilis.

Setelah menyelesaikan tugasnya, Panitia Sejarah Trenggalek dibubarkan pada akhir tahun 1983 atau awal tahun 1984 oleh Bupati Trenggalek, Soedarso.

Sejarah penetapan Hari Jadi Trenggalek tak lepas dari jasa-jasa para pendahulu yang sudah meneliti dan menyusun buku “Selayang Pandang Sejarah Trenggalek”. Semuanya berawal dari keinginan Bupati Soetran pada tahun 1970, yang ingin mengubah nama Trenggalek menjadi Trenggalih. Alasannya, kata Trenggalek sering diartikan Terang yen Elek (Jelas kalau Jelek). Sedangkan Trenggalih bisa diartikan sebagai Terang ing Galih (Jernih di Hati).

“Karena Bupati Soetran agaknya ngotot, maka sebagai jalan tengah dibentuklah suatu panitia yang terdiri dari legislatif dan eksekutif dengan nama Panitia Sejarah Trenggalek, dengan tugas yang diperluas yaitu menyusun buku Sejarah Kabupaten Trenggalek, Mencari Hari Jadi Trenggalek, dan Mencari Asal-Usul Kata Trenggalek,” tulis Abdul Hamid Wilis.

Panitia berhasil menyusun buku Sejarah Kabupaten Trenggalek. Kemudian, menetapkan Hari Jadi Trenggalek pada 31 Agustus 1194, berdasarkan Prasasti Kamulan, asal usul nama Trenggalek adalah dari kata “Trenggale”. Kata “Treng” berarti bagian dalam, sedangkan “gale” artinya menolak.

Sehingga, Trenggale artinya tempat yang jauh atau pedalaman tempat menolak marabahaya. Trenggale juga berarti tempat evakuasi (pengungsian/persembunyian/pelarian/buronan) serta tempat konsolidasi untuk menyusun kekuatan kembali. Dari kata Trenggale, lama-lama bergeser atau mingset menjadi Trenggalek.

Kisah pelarian dan konsolidasi Raja Kertajaya bersama 4 Katandan dan rakyat di Prasasti Kamulan, juga ditafsirkan sebagai ciri wilayah Trenggalek. Di mana, Trenggalek adalah tempat pedalaman yang jauh dan masyarakatnya punya kontribusi besar terhadap para pemimpin untuk mengalahkan musuh-musuhnya.

Dalam perayaan Hari Jadi Trenggalek, alangkah baiknya masyarakat meneladani semangat menyatukan kekuatan dengan berkonsolidasi untuk melawan dan menolak bahaya. Salah satunya, semangat untuk menjaga alam dari para perusak lingkungan yang mengancam Trenggalek hari ini.

Reporter : Imam

Loading

211 Kali Dilihat

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *