YALPK | Surabaya – Menumbuhkan budaya menulis di Indonesia memang membutuhkan tenaga ekstra. Terutama bagi para dosen dan peneliti yang diharuskan menulis jurnal dan dipublikasikan secara internasional. Pasalnya, Indonesia memiliki tradisi lisan yang lebih kuat dibandingkan dengan tradisi menulis. Contohnya saja sejak kecil kita lebih sering dibacakan dongeng dibandingkan belajar membaca sendiri.

Hal itu pun menjadi salah satu pembahasan dalam Workshop International Higher Education and Research Simposium Cendikia Kelas Dunia yang diadakan oleh Fakultas Teknik Sipil Universitas Narotama Surabaya, Rabu (21/08/2019). Dua orang praktisi yaitu Dr. Bambang Trigunarsyah Suhariadi, B.Sc.,M.T.,PhD dari RMIT, Australia, dan Dr. Dani Harmanto, C.Eng.,B.Eng (Hon).,M.Sc dari University of Derby, Inggris, didatangkan sebagai pemateri.

Dani menyampaikan menulis akan lebih mudah jika memang sudah menjadi hobi dan passion. Seseorang akan lebih mudah memiliki budaya menulis jika memang ia mencintai menulis. “Mungkin bisa dengan menganalisa keadaan lingkungan sekitar lalu menumbuhkan keinginan untuk mengubah yang buruk menjadi baik dengan meneliti dan menuliskannya menjadi sebuah laporan, sehingga bisa bermanfaat bagi masyarakat,” katanya.

Bambang mengatakan menumbuhkan budaya menulis di Indonesia tidak bisa instan dan setidaknya membutuhkan 3 tahapan. “Yang pertama adalah pemaksaan. Tidak bisa dipungkiri jika tidak dipaksa ya tidak akan bisa terbiasa. Misalnya dipaksa untuk kenaikan jabatan akademik,” ujarnya.

Selanjutnya adalah dengan adanya dukungan yang kuat dari lingkungan. Misalnya jika peneliti itu dalam lingkup kampus, kampus pun harus memberikan dukungan yang maksimal. “Yang terakhir adalah jika budaya menulis itu perlu ditumbuhkan pada mahasiswa, maka harus dibentuk suatu kurikulum yang mengharuskan mereka untuk menulis,” lanjutnya.

Selain menumbuhkan budaya menulis, hal yang lebih penting dalam penulisan jurnal adalah bagaimana menyampaikan penelitian yang rumit dalam bahasa yang mudah dipahami oleh orang awam. “Jurnal ternilai kurang berhasil jika orang awam sulit mengerti apa yang sebenarnya dilakukan atau diteliti oleh penulisnya,” kata Bambang.

Bambang pun memberikan 10 tips untuk peneliti atau dosen yang akan menulis jurnal. Antara lain harus memiliki strategi atau rencana yang terstruktur, serta menganalisa judul-judul jurnal yang sesuai dengan bidang yang digeluti, kemudian mulai menulis. “Setelah menulis, jangan lupa meminta komentar dari orang lain dan penulis juga harus memiliki writing goals. Selain komentar dari orang lain juga harus mulai mencari komentar atau feedback dari reviewer jurnal. Yang terakhir adalah jangan putus asa dan jangan sampai mengalami stres,” tutupnya. ( ir )

Loading

383 Kali Dilihat

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *