Lpk | Sidoarjo – Banyaknya ‘area abu-abu’ dalam Peraturan Bupati (Perbup) Sidoarjo no 36 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) jilid 2 rentan menimbulkan persoalan yang menjurus ke konflik horizontal antara warga dengan pengurus RT/RW.

“Pemerintah yang menebar ketakutan, RT/RW yang dikorbankan. Soalnya aturannya gak jelas,” ujar Koordinator Sidoarjo Forum, Heru Sastrawan yang ditemui, Jumat (15/05/2020) siang tadi.

Dalam Perbup tersebut disebutkan, warga Sidoarjo yang keluar rumah harus mengantongi surat jalan dari Pengurus RT/RW setempat yang memungkinkan untuk diperiksa di setiap check point yang dilewati. Sedangkan disisi lain Perbup tersebut juga meminta setiap RT/RW mendirikan check point.

“Artinya, untuk melewati batas RT saja mereka harus membawa surat jalan. Apa ya mungkin seperti itu, apalagi kalau sekedar untuk keperluan belanja kebutuhan sehari-hari. Ini yang disebut ruang abu-abu itu,” sebutnya.

Disinilah kemudian timbul persoalan. Di satu sisi hal tersebut konyol untuk dilakukan, namun di sisi lain rakyat sudah telanjur ditakut-takuti ancaman penyitaan KTP atau kendaraan bermotornya kalau sampai mengabaikan aturan tersebut.

Karena itu sangat mungkin bagi warga untuk berbondong-bondong meminta surat jalan itu dari pengurus RT atau RW hanya untuk memastikan keselamatan harta bendanya dari ancaman penyitaan aparat Pemkab Sidoarjo.

“Saat jumpa pers di pendopo kemarin (Kamis, 14/05/2020 – red) saya dengar sendiri omongan wakil bupati Sidoarjo yang berharap aturan baru dalam PSBB jilid 2 itu bertujuan agar pengurus RT atau RW yang memfilter aktifitas warganya di luar rumah,” kata aktivis yang juga menjadi Koordinator SARIP itu.

Menurutnya, aturan itu sama dengan membagi-bagikan resiko pada pengurus RT/RW karena merekalah yang akan berhadapan dengan warga yang ketakutan dengan ancaman sanksi yang ditetapkan Pemkab Sidoarjo.

“Tinggal dilihat saja bagaimana respon pengurus RT atau RW nantinya. Kalau mereka melakukan filterisasi itu berarti rentan terhadap terjadinya konflik horizontal dengan warganya. Kalau dilepas begitu saja, maka mereka juga yang dituding sebagai biang kegagalan PSBB jilid 2 oleh pemerintah,” sergah Heru sastrawan.

Karena itu ia meminta Pemkab Sidoarjo membuat sebuah piranti aturan yang lebih jelas dan rasional sehingga tidak menyulitkan pengurus lingkungan dalam menentukan sikapnya terkait masalah ini.
“Batasan wilayah yang menurut saya paling rasional adalah desa. Silahkan berinteraksi di ruang itu dengan tetap melakukan protokol kesehatan yang digariskan. Di luar itu baru menggunakan surat jalan,” tutur Heru sastrawan.(zy).

Loading

290 Kali Dilihat

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *