Lpk | Surabaya – Dampak dari wabah Corona atau Covid-19 terasa juga di lingkup Pengadilan Agama Surabaya, terhadap wabah corona ini, pihak Pengadilan Agama membatasi waktu pelayanan.

Hal ini disampaikan Panitera Pengadilan Agama Surabaya, Abdus Syakur S.H. M.H, pada Rabu (8/4/2020).

Menurutnya, berdasarkan KMA Nomor 1 tahun 2020 bahwa ada penyesuaian jam layanan atau jam kerja maka di KMA Pengadilan Agama mengikuti kebijakan yang lebih tinggi yakni dari Pengadilan Tinggi Agama.

Dalam surat itu, diatur penyesuaian kerja pelayanan sebelumnya Pukul 8.30 Wib sampai Pukul 15.00 Wib, kemudian diterbitkan lagi surat nomor 2 tahun 2020 yang terbaru yakni jam kerja dari Pukul 09.00 Wib sampai Pukul 15.00 Wib.

Sedangkan untuk jam layanan itu sampai jam 12 kecuali kalau persidangan . Karena persidangan ini dijadwalkan sebelum ada Covid-19 maka diwajibkan untuk menunda minimal 2 minggu atau 1 bulan, tutur Abdus.

Tentang angka perceraian di Surabaya selama adanya Covid-19, dia menjelaskan, dengan adanya pembatasan layanan otomatis berkurang. Apalagi sudah diupayakan dengan himbauan melalui website tentang pembatasan mengenai jam layanan.

“Tidak hanya pada pendaftar tetapi juga kepada pengambilan produk-produk yang lain mungkin akta cerai, salinan putusan dan penetapan kalau ambil sendiri,” jelasnya.

Dikatakannya, angka perceraian di Surabaya kalau perkara total sebetulnya yang setiap tahunnya itu rata-rata 10.000. Tapi bukan perceraian semata karena pengadilan punya kewenangan tidak hanya di dalam perkara perceraian tapi juga ada perkara kewarisan dan yang lain-lain tapi dari persentase itu dari 10.000 itu kurang lebih 70 – 78% itu emang perceraian.

Dengan adanya virus Covid-19 dan menjelang puasa, dia menjelaskan, karena pihaknya dibawa kantor pusat bukan daerah , artinya sepanjang yaitu Mahkamah Agung belum menyatakan lockdown maka akan disesuaikan dengan kondisi masing-masing.

“Artinya kalau seandainya misal dari Gubernur Jawa Timur menyatakan seluruh Kantor Pelayanan harus lockdown kita mengikuti karena perintah dari KMA sendiri dari ketua Mahkamah Agung kita menyesuaikan di daerah. Oleh karena belum ada perintah untuk kita maka tetap melayani masyarakat. Adapun upaya mencegah melakukan pembatasan jam layanan yang menyediakan fasilitas diperintahkan oleh baik pemerintah pusat maupun daerah,” ungkapnya.

Dirinya menghimbau jangan keluar rumah, ke rumah tetangga apabila ada hal penting. Yang terpenting lagi adalah kembali kepada kepercayaan diri masing-masing.

“Jadi kalau kita buat mencegah diri kita dan keluarga kita insya Allah kita bisa apa namanya mencegah penyebaran covid 19,” katanya.

Soal pendaftaran perkara melalui online, dia mengatakan, sejak tahun 2018 istilahnya pengguna elektronik Itu pengguna pendaftarnya oleh avokad. Tapi tahun 2019 adanya peraturan nomor : 1 tahun 2019 elektronik diperluas penggunannya dimana ada pengguna lain yakni masyarakat. Jadi bukan dalam kategori masyarakat yang avokad.

“Rupanya untuk yang fasilitas masyarakat ini tetap penggunaan akunnya itu membuka akun fasilitas itu lebih banyak datang ke sini. Karena ijinnya membuka akunnya tetap dari pengadilan. Kalau avokad pengguna ijinnya itu dari pengadilan tinggi,” terangnya.

Mekanismenya, kata dia, pendaftaran waktu datang hanya pertama untuk aktifkan akunnya setelah itu online pada sidang pertama hadir untuk mediasi selanjutnya menjaqab secara elektronik.

“Rata- rata satu bulannya kurang lebih 100 perkara secara elektronik . Dan itu bukan hanya perceraian yang banyak ditaksirkan orang itu bahwa pakai cerai online, tidak daftarnya pakai online persidangan bisa secara jawab-menjawab tapi pada saat pembuktian harus hadir,” tukasnya.(ir).

Loading

317 Kali Dilihat

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *