Lpk | Surabaya – Pada Hari Pahlawan di Surabaya, ditunjukkan dengan pagelaran Festival Rakyat yang diberi tajuk ” Senja di Ujung Petaka UU Cipta Kerja, Merawat dan Memperluas Perlawanan”.

“Dunia akan selalu membutuhkan revolusi. Itu bukan berarti ada penembakan dan kekerasan.

Revolusi itu sendiri adalah saat kita mengubah pemikiran kita,” kata Jose Mujica, Selasa (10/11/2020), kepada wartawan Tabloid Lpk /  www.tabloidlpk.or.id

foto : Jose Mujica Korlap Getol

Dikatakan Jose Mujica, ada orang yang percaya bahwa kekuatan ada di atas, dan mereka tidak memperhatikan bahwa itu sebenarnya ada di hati massa rakyat yang besar.

Peringatan 10 November sering kali diperingati sebagai hari pahlawan, tapi dalam peringatan kali ini yang seharusnya khidmat kita dihadapkan dalam situasi yang berbahaya.

Di mana pemerintah baik itu eksekutif maupun legislatif secara tidak terpuji mengesahkan UU No 11 Tahun 2020 berlabel Cipta Kerja. UU ini sudah banyak dikritisi karena inkonstitusional, tidak transparan dan condong pada satu kelompok kecil. Sudah banyak penjabaran yang membedah betapa berbahanya UU tersebut, mulai dari akademisi, masyarakat sipil hingga mahasiswa.

Pada muatan UU Cipta kerja memasukan berbagai aturan, total ada 11 klaster yang mencakup kurang lebih 79 undang-undang beserta peraturan turunannya. Muatan dalam UU ini sederhananya adalah membuka gerbang investasi sebesar-besarnya dan memfasilitasi aktor bisnis besar.

Hal ini dapat dilihat dari peta politik eksekutif maupun legilsatif yang memiliki relasi kuat dengan kepentingan ini. Apalagi wajah pemerintah Indonesia kini lebih banyak diisi oleh kartel politik, di mana mereka hanya mementingkan kepentingan terkait, bagaimana mempertahankan kekuasaan, lalu bagaimana memperluasnya.

Sementara kepentingan bisnis hanya memikirkan, bagaimana mereka bisa mempertahankan kekayaannya, lalu bagaimana cara memperluasnya.
Secara paradigma, UU Cipta Kerja berpatron pada semangat developmentalism yang mana sangat
erat dengan neoliberalisme, di mana regulasi dibuat untuk memfasilitasi pasar bebas dan eksploitasi sumber daya alam masif, hingga menciptakan cadangan pekerja dengan sistem kerja fleksibel dan upah murah.

Di satu sisi negara dipaksa mengikuti skema global dan dibuat bergantung terus menerus (dependency), melalui pembiayaan utang jangka panjang.

Maka tak heran World Bank, IMF dan kroni-kroninya bersuka cita dengan adanya UU Cipta Kerja ini. Karena dalam kerangka kerja SDGs semua terfasilitasi yang mana rumus kesejahteraan adalah membuka lapangan kerja besar, yang kesemuanya adalah eksploitasi atas manusia dan alam.

Bumbu humanism, enviromentalism dan
lain-lainnya hanya kamuflase agar seolah-olah baik, padahal tidak sama sekali. Eksploitasi atas manusia akan tetap eksis.

UU Cipta kerja adalah wujud dari neoliberalisme koersif, di mana deregulasi yang dibuat pemerintah
untuk memfasilitasi investasi aktor bisnis besar, dibuat secara cepat, tidak demokratis dan memaksa.

Hal ini ditampilkan melalui cara rezim dalam menghadapi rakyatnya yang protes, mereka melakukan represi, intimidasi dan kriminalisasi. Menciptakan isu gelap untuk mendiskreditkan rakyatnya sendiri, memakai jasa keamanan dan buzzer untuk menggebuk rakyatnya sendiri. Apakah ini wujud dari demokrasi sendiri, Tidak Itu adalah wujud dari wajah otoritarian.

Dalam aksi kali ini, Getol Jatim akan terus bersuara dan melakukan aksi-aksi protes untuk melawan apa itu pembajakan atas demokrasi, ketidakadilan dan bentuk menentang otoriterisme itu sendiri.

Aksi festival rakyat ini adalah ekspresi perlawanan yang diinspirasi oleh kebudayaan rakyat, bentuk-bentuk perlawanan yang bersumber dari apa itu nilai dan budaya rakyat.

“Kami juga mengajak kepada segenap rakyat untuk tetap bersuara melawan UU Cipta Kerja, mendorong terbangunnya demokrasi sepenuhnya, menegaskan kedaulatan rakyat yang dimandatkan konstitusi. Kami juga menyerukan aksi-aksi damai, menunjukan bahwa kami anti kekerasan, anti otoriterisme dan anti elitisme sebagai kebalikan dari yang ditampilkan oleh rezim otoriter,” katanya.

Atas situasi Indonesia yang sedang sakit ini, maka Gerakan Tolak Omnibus Law Jawa Timur menyerukan segenap rakyat baik buruh, petani, nelayan, masyarakat marjinal, pelajar, mahasiswa,satpam, dosen, pedagang kaki lima, musisi, pelukis, aktor drama dan lain-lainnya, juga bagi mereka yang sekarang berada di pabrik, di kantor, di sekolah, di jalanan, di warung kopi dan lain-lainnya untuk tetap berjuang dan berdiri di atas keyakinan bahwa kita lah yang mampu mengubah nasib kita sendiri dan mewujudkan apa itu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Maka kita harus melakukan:
1. PEMBANGKANGAN SIPIL TERHADAP SKANDAL UU CIPTA KERJA. Artinya, kita harus mengabaikan
UU ini meskipun sudah disahkan, dan MENDESAK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNTUK
MENCABUTNYA.
2. TURUN AKSI KE JALAN dengan damai dan lantang, menyuarakan tuntutan cabut UU Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020 untuk memberikan tekanan politik kepada rezim dan negara hingga Presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) sebagai tanda bahwa telah dicabut atau dibatalkannya UU Cipta Kerja.

3. MEMBANGUN PERSATUAN GERAKAN RAKYAT AKAR RUMPUT NASIONAL, karenanya, apabila ada sesama rakyat yang melakukan aksi turun ke jalan, mari saling menguatkan, membantu, dan
melindungi mereka bila ada amuk amarah aparat maupun preman bayaran penguasa.

“Maka pergerakan kita janganlah pergerakan yang kecil-kecilan, pergerakan kita haruslah pada
hakekatnya suatu pergerakan yang ingin merubah sama sekali sifat masyarakat, suatu pergerakan yang ingin menjebol kesakitan masyarakat sampai ke sulur-sulurnya dan ke akar-akarnya.

Suatu pergerakan yang sama sekali ingin menggugurkan tatanan imperialisme dan kapitalisme.” Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi Jilid 1, hal 279. Mari bergerak bersama, perluas solidaritas dan jaga nyala api perlawanan.(ir).

Loading

234 Kali Dilihat

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *