Lpk | Surabaya –

Oleh : Anggik Guntur Pambudi, S.H. (Mahasiswa Magister Hukum Kesehatan – Fakultas Hukum Universitas Hang Tuah Surabaya, Human Resource Development – Rumah Sakit Surabaya Medical Service).

GANGGUAN GINJAL MISTERIUS PADA ANAK

JADI SUMBER KETAKUTAN BARU PARA ORANG TUA

 Setiap manusia memiliki hak untuk Hidup serta hak atas lingkungan hidup yang sehat demi keberlangsungan hidup mereka. Hak untuk hidup memiliki pengertian yakni hak yang melekat pada diri setiap orang sejak orang tersebut masih di dalam kandungan. Dijelaskan pula dalam Pasal 28A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), bahwa “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”. Selain itu Pasal 28B ayat (2) menentukan bahwa : Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Pasal 28H ayat (1) menyatakan bahwa : Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan bathin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

Sedangkan pengertian dari Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat, yakni lingkungan yang dapat memungkinkan manusia berkembang secara optimal, secara selaras, serasi, dan seimbang. Adanya jaminan semacam ini memberi kemungkinan bagi setiap orang untuk menuntut kepada pemerintah agar ”kebaikan dan kesehatan lingkungannya perlu diperhatikan dan ditingkatkan terus dan oleh karenanya pula adalah merupakan kewajiban bagi negara untuk selalu menciptakan lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi warganya dan secara terus menerus melakukan usaha-usaha perbaikan dan penyehatan lingkungan hidup.

Dalam Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menjelaskan terkait ketentuan Lingkungan Hidup sehat. Berdasarkan Pasal 5 Ayat (1) UUPLH yang berbunyi: “Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat”. Walaupun demikian, disamping mempunyai hak, menurut Pasal 6 Ayat (1) UUPLH: ”setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup”. Sedangkan pada UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang dalam pasal 9 ayat (3) menegaskan: “setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat” (sama dengan UUPLH). Hal tersebut dipertegas dan dikuatkan, dalam Pasal 28 H Ayat 1 UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan, “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan” .

Namun beberapa waktu terakhir, kasus gagal ginjal akut misterius yang menyerang anak-anak menjadi wabah baru di masyarakat. Gangguan ginjal akut atau Acute Kidney Injury (AKI) dapat diartikan sebagai penurunan cepat dan tiba-tiba pada fungsi filtrasi ginjal. Kondisi ini biasanya ditandai oleh peningkatan konsentrasi kreatinin serum atau azotemia (peningkatan konsentrasi BUN) dan/atau penurunan sampai tidak ada sama sekali produksi urin. Anak-anak berusia 6 bulan sampai 18 tahun menjadi korban dari penyakit tersebut. Dalam kurun waktu 2 bulan terakhir terjadi kenaikan dalam wabah ini, dimana 18 Oktober 2022, sebanyak 189 kasus telah dilaporkan dan paling banyak didominasi oleh anak berusia 1 – 5 tahun. Dalam menyikapi peningkatan wabah penyakit tersebut, Kementerian Kesehatan segera melakukan tindakan dengan memberikan informasi kepada seluruh orang tua agar dapat waspada dan tidak panik apabila anak mengalami beberapa gejala dari wabah penyakit tersebut.

Anak dengan AKI menunjukkan keseragaman berupa gejala prodromal seperti demam, gejala saluran cerna dan gejala saluran pernapasan. Hal ini dapat menjadi petunjuk dugaan penyebab AKI berupa adanya suatu infeksi di awal yang kemudian mengalami komplikasi AKI. Proses infeksi yang terjadi melibatkan mekanisme imunologi yang bervariasi dan kompleks, tergantung pada mikroorganisme (agent) penyebabnya maupun genetik dari pejamu (host) serta lingkungan

Masyarakat khususnya orang tua, baiknya dapat lebih mengawasi kesehatan anak dan sebisa mungkin berusaha menghindari kepanikan. Jika anak mengalami gejala sebagaimana disebutkan di atas, orang tua dapat segera melakukan pemeriksaan kesehatan anak ke Rumah Sakit terdekat. Selain itu, agar kepanikan masyarakat khususnya orang tua yang memiliki anak di usia rentan terjangkit penyakit tersebut adalah dengan diberikannya edukasi oleh tenaga medis terhadap masyarakat terkait ciri-ciri penyakit tersebut serta penanganan yang harus dilakukan.

Kematian 70 anak akibat gagal ginjal akut di Gambia, Afrika Barat disinyalir akibat dari sirup obat batuk yang mengandung paracetamol. Kandungan dietilen glikol maupun etilen glikol disinyalir menjadi penyebab kematian tersebut. Obat-obatan yang dimaksud diantaranya adalah Promethazine Oral Solution, Kofexmalin Baby Cough Syrup, Makoff Baby Cough Syrup, dan Magrip N Cold Syrup. Bersama-sama dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Ahli Epidemiologi, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Farmakolog, dan Puslabfor Polri, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) kemudian melakukan penelitian lebih lanjut terkait dugaan-dugaan yang mengarah pada gangguan ginjal akut tersebut. BPOM mengungkapkan ada lima obat sirup yang dinyatakan mengandung cemaran EG dan DEG di atas batas aman. EG dan DEG merupakan satu cemaran yang bisa dijumpai pada bahan baku pelarut pada obat sirup. Pada obat paracetamol dan banyak obat lainnya yang sukar larut air diperlukan bahan tambahan untuk kelarutan, biasanya di Indonesia digunakan propilen glikol atau gliserin. Bahan baku propilen glikol atau gliserin ini dimungkinan mengandung cemaran zat tersebut.

Namun menurut Pakar Farmakologi dan Farmasi Klinik UGM Prof Zullies Ikawati, menegaskan bahwa penyebab gagal ginjal akut pada anak yang terjadi di Tanah Air masih menjadi sebuah misteri. Menurutnya, belum bisa dipastikan ada tidaknya keterkaitan antara gagal ginjal akut dengan konsumsi obat berbentuk sirup, terutama yang mengandung parasetamol. Zullies menyampaikan ada berbagai faktor penyebab gagal ginjal akut. Misalnya, adanya infeksi tertentu seperti leptospirosis yang salah satunya bisa menyerang ginjal. Selain itu, infeksi bakteri E coli juga dapat menyebabkan gagal ginjal akut. Kajian sementara dari Kemenkes menyebutkan bahwa penapisan terhadap virus dan bakteri telah dilakukan, namun belum terbukti kuat sebagai penyebab gagal ginjal akut.

Pasal 1 angka 12 jo. Pasal 4 UU No.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, dimana hak anak bagian dari HAM yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, dan pemerintah. Maka anak yang menjadi korban dalam kasus ini perlu dilindungi. Dijelaskan pula pada Pasal 188 ayat (3) jo Pasal 196 UU Kesehatan menyatakan, setiap orang dengan sengaja memproduksi dan mengedarkan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak penuhi persyaratan keamanan di pidana paling lama 10 tahun dan denda 1 milyar rupiah. Artinya pelaku usaha/ produsen dan penyedia obat cair yang diduga mengandung etilen glikol dan detilen glikol yang menjadi detterent effect yang mengakibatkan kasus gagal ginjal wajib bertanggung jawab dan dikenakan pidana sesuai dengan aturan hukum tersebut. Tak hanya itu, undang-undang perlindungan konsumen juga mengatur hal yang berkaitan dengan kasus di atas yakni pada pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa setiap konsumen berhak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa, hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Maka dapat ditarik kesimpulan bahea pemerintah maupun pelaku usaha yang memproduksi produk obat-obatan yang berdampak pada kesehatan anak sudah semestinya mempertanggung jawabkan perbuatannya baik secara materiil maupun immateriil.

Dari kasus yang telah diuraikan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan diantaranya yakni orang tua disarankan agar tidak panik Ketika anak memiliki gejala sebagaimana disebutkan di atas, namun dapat segera mencari bantuan medis di Rumah Sakit terdekat. Sedangkan bagi pelaku usaha/produsen dapat menghindari bahan-bahan yang mengadung dietilen glikol maupun etilen glikol. Serta menghindari penggunaan obat-obatan diantaranya adalah Promethazine Oral Solution, Kofexmalin Baby Cough Syrup, Makoff Baby Cough Syrup, dan Magrip N Cold Syrup. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Ahli Epidemiologi, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Farmakolog, dan Puslabfor Polri, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dapat Bersama-sama melakukan penelitian lebih lanjut terkait dugaan-dugaan yang mengarah pada gangguan ginjal akut tersebut serta pengawasan yang lebih intensif.

Loading

156 Kali Dilihat

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *