YALPK | Surabaya – Sepuluh daerah dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terendah di Jatim perlu diintervensi. Sebagai contohnya, ada di Kabupaten Sampang. Dengan intervensi tersebut, kesejahteraan masyarakat dapat diwujudkan dengan lebih baik.
“Biasanya IPM rendah, kemiskinannya tinggi. Ada kabupaten yang secara lokal bukan daerah yang kesejahteraannya rendah. Tetapi ada di desa atau kecamatan tertentu. Maka kalau tidak dilakukan bersama-sama (dikeroyok), seluruh program intervensinya harus secara komprehensif di titik yang sama,” ujar Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa saat membuka Rapat Kerja Daerah (Rakerda) Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) Tahun 2019. di Ballroom Hotel Bumi Surabaya, Senin (11/3).
Ia menjelaskan, salah satu langkah yang bisa dilakukan yaitu melakukan pemetaan secara detail menjadi hal yang penting. Dengan pemetaan tersebut bisa menjadikan intervensinya lebih signifikan, lebih masif, lebih sistemik dan lebih permanen.
“ Jadi solutif sekali langkah ini. Ini semua akan berseiring dengan yang sedang diprioritaskan di Jatim seperti meningkatkan IPM Jatim, menurunkan kemiskinan di Jatim, dan menurunkan gini ratio di Jatim,” kata orang nomor satu di Jatim.
Lanjutnya disampaikannya, dengan pemetaan itu seolah-olah menjadi GPS kita. Seluruh pihak yang melakukan intervensi akan memiliki referensi terhadap titik-titik yang ditangani secara detail.
Karena itu, Gubernur Khofifah berharap signifikansi itu akan semakin terukur
per tahunnya, nanti pada akhir periode RPJMD bisa menurunkan kemiskinan, menaikkan IPM. Sementara itu, Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jatim H. Yenrizal Makmur, S.P, MM melaporkan perkembangan program KKBPK di Jatim, berdasarkan SDKI tahun 2017, total fertility rate (TFR) mencapai 2,1. Sedangkan berdasarkan Susenas, Provinsi Jatim dan Bali menjadi provinsi di Indonesia yang TFRnya sudah berada di bawah 2.
“Hal ini disebabkan pola keluarga kecil sudah berakar di Provinsi Jatim. Selain itu, juga didukung Kebijakan Pembangunan Keluarga berdasarkan PP No. 87 Tahun, 2014 pasal 6 diarahkan untuk melembagakan NKKBS, memberdayakan fungsi keluarga serta kemandirian keluarga.
Disampaikannya, capaian kinerja lainnya juga diperoleh seperti pencapaian prevalensi pemakaian kontrasepsi modern (CPR) di Jatim adalah 63,1 persen berdasarkan hasil Survey Kinerja dan Akuntabilitas Program (SKAP 2018).
Capaian ini jauh lebih baik daripada capaian nasional yang baru mencapai angka 57persen. Angka kelahiran pada remaja usia 15-19 tahun hampir ditekan hingga angka 37 per 1.000 remaja usia 15-19 tahun. Angka ini jauh melampaui target yang ditetapkan yaitu 50.
Saat ini, di Jatim telah terbentuk 1.416 kampung KB yang kegiatannya terintegrasi dengan program pembangunan. Selain itu, sesuai road map kampung KB, diutamakan dibentuk kampung KB di desa miskin tertinggal dengan sasaran desa stunting.
Rakerda yang diselenggarakan Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Timur ini bertema “Meningkatkan Sinergitas Implementasi Program Kerja Pusat dan Daerah Dalam Mewujudkan Penduduk Tumbuh Seimbang dan Keluarga Berkualitas”.
Tujuan diadakannya kegiatan ini untuk meningkatkan sinergitas, komitmen dan dukungan pemerintah, pemda dan mitra kerja dalam pengelolaan serta pelaksanaan program KKBPK di Jatim guna meningkatkan kualitas penduduk Jatim.
Dalam kegiatan tersebut juga dilakukan penandatanganan kesepakatan bersama atau MoU dengan Kodam V/Brawijaya Dinas PMD Prov. Jatim, BKN Kanreg II Jatim, LPM Unair dan Unit PPM Poltekes Kemenkes Surabaya, serta penyerahan bantuan skripsi dan thesis secara simbolis kepada mahasiswa-mahasiswi S1 dan S2 wilayah.Pungkasnya (jf)