YALPK | Surabaya – ISMKMI mengajukan surat permohonan audiensi kepada Walikota Surabaya tertanggal 1 Juli 2019 tentang isu World Tobacco Asia 2019 di Surabaya. Namun, tidak mendapat respon baik dari pihak Pemerintah Kota Surabaya sebagai tuan rumah WTA.

Berdasarkan tidak ada hasil dari aksi di tanggal 14 Oktober 2019, maka kembali melakukan aksi di tanggal 16 Oktober 2019 dengan harapan dapat berdialog secara damai dengan Walikota Surabaya.

“Dialog yang terjadi di luar gedung cukup alot, karena pihak pemerintah kota Surabaya melarang dengan keras untuk tidak melakukan aksi di dekat gerbang masuk gedung Balai kota dengan alasan mengganggu pelayanan,” tutur Ahmad Syauqi.

 

Akhirnya, melalui negosiasi dan improvisasi yang ada berdasarkan tujuan, pihak pemerintah kota bersedia berdialog dengan semua massa aksi di dalam gedung.

Terdapat dua kondisi yang kontradiktif antara hasil dialog dengan surat yang dikeluarkan oleh Sekertaris Daerah. Kondisi pertama yakni tercatat penyelengara WTA mengajukan permohonan izin penyelenggaraan di Surabaya kepada Dinas Perdagangan Kota Surabaya di bulan Juni, sedangkan termaktub pada laman website WTA 2019 bahwa penyelenggaraan di Surabaya bahkan sejak tahun 2018.

“Artinya, fiksasi venue WTA oleh pihak penyelenggara mendahului perizinan yang ada. Hal ini, bisa disebut dengan maladministrasi. Pemerintah kota baru menyadari bahwa penyelenggaraan WTA meresahkan mahasiswa dan kalangan masyarakat pada umumnya di bulan Oktober karena adanya sikap penolakan yang lebih tegas dari beberapa elemen masyarakat,”tambahnya.

Kondisi kedua hal yang sangat kontradiktif yaitu adanya surat yang dikeluarkan oleh Sekretaris Daerah Kota Surabaya yang menyatakan bahwa pada bulan Januari telah terjadi audiensi antara Pemerintah Kota dan penyelenggara WTA, sehingga harusnya pihak Pemerintah Kota Surabaya telah mengetahui perhelatan ini. ISMKMI menilai ini merupakan dua hal yang sangat kontradiktif.

 

“Pemerintah Kota hanya mampu mengeluarkan surat permohonan penundaan tertanggal 9 oktober 2019 kepada pihak penyelenggara WTA. Pemerintah kota mengatakan bahwa pembatalan atau penolakan WTA sepenuhnya wewenang pemerintah pusat. Padahal, pemerintah kota sebenarnya memiliki legitimasi untuk tidak mengizinkan WTA terselenggara di Surabaya atas dasar Perda No. 2 Tahun,” saat konferensi pers Rabu malam 16 Oktober 2019 pukul 19.00 di Aula Sabdoadi FKM UNAIR.

Pemerintah Kota Surabaya mengatakan bahwa juga telah mengajukan surat permohonan penundaan yang ditujukan ke Kementerian Perdagangan tertanggal 14 oktober 2019. Namun, kami tidak melihat bukti otentiknya. Di samping itu, pemerintah kota melalui dinas kesehatan kota mengatakan bahwa kegiatan WTA hanya sebatas pameran alat mesin rokok, padahal kenyataan yang diperoleh di lokasi kegiatan tidak hanya mesin rokok melainkan pameran atau pengiklanan bahan produk tembakau dari berbagai negara. Hal ini, yang kami dari ISMKMI nilai sangat melanggar aturan yang ada. Komitmen yang masih lemah dari pemerintah kota dalam menegakkan KTR dan membiarkan kegiatan WTA terlaksana merupakan kemunduran bagi bangsa ini dalam mewujudkan Indonesia Sehat. ( ir )

Loading

395 Kali Dilihat

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *