Lpk | Surabaya – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Dr. Soetomo (FH Unitomo) menggelar Diskusi Online ATR/BPN Goes to Campus dengan mengangkat tema ”Kebijakan Agraria dan Tata Ruang dalam RUU Cipta Kerja”.
Kegiatan dilaksanakan pada hari Senin (29/6/2020) secara Daring atau online menggunakan zoom meeting sebagai media pertemuan.
Mengawali kegiatan, Sofyan A. Djalil, Menteri ATR / Kepala BPN mengungkapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja (Ciptaker) diharapkan mampu membuat perubahan struktur ekonomi yang mampu menggerakkan semua sektor.
“Hal ini dilakukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi hingga mencapai 5,7% hingga 6,0%, dengan demikian RUU Ciptaker setidaknya bisa menciptakan lapangan kerja berkualitas sebanyak 2,7 sampai dengan 3 juta pertahun dengan angka pengangguran di tahun 2019 menunjukkan angka 7,05 juta”, ungkapnya.
Senada dengan Sofyan A. Djalil, Andi Tenrisau, Staff Ahli Bidang Landreform dan Hak Masyarakat Atas Tanah mengatakan RUU Ciptaker diterapkan menggunakan metode Omnimbus Law sebagai strategi reformasi regulasi. “Metode hukum ini dilakukan agar penataan dilakukan secara sekaligus terhadap banyak Peraturan Perundang – Undangan atau PUU”, imbuhnya.
Kegiatan yang diikuti sekitar 300 partisipan ini menghadirkan Prof. Irawan Soerodjo, Dekan FH dan Prof. Nyoman Nurjaya, Guru Besar FH Universitas Brawijaya sebagai penanggap. Dalam tanggapannya, Irawan Soerodjo dari segi hukum mengatakan penerapan Omnimbus Law setidaknya memberi beberapa manfaat.
“Jika ini diterapkan, maka satu dari sebagian manfaat diantara bisa menghilangkan tumpang tindih antar PUU dan menciptakan efisiensi proses perubahan atau pencabutan PUU serta menghilangkan ego secara sekoral”, jelasnya.
Sementara itu, Prof. Nyoman Nurjaya mengatakan selain manfaat penerapan Omnimbus Law, penerapan metode hukum yang dilakukan memiliki juga konsekuensi. “Kita tau metode ini berasal dari beberapa negara yang menerapkan common law system, yang untuk di negara kita diarahkan ke dalam sistem hukum perundang-undangan, yang sudah barang tentu memiliki konsekuensi diantaranya UU existing tidak diberlakukan lagi apabila pasal dalam hal ini materi hukumnya diganti atau dinyatakan tidak berlaku merupakan inti dari UU tersebut”, ujarnya. (ir)