Lpk | Surabaya – Sudah satu bulan lebih aksi unjuk rasa tolak Omnibus Law besar-besaran di Surabaya terjadi, tepatnya pada 8 dan 20 Oktober 2020 lalu.
Namun hingga saat ini, Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Surabaya menilai belum ada tindak lanjut dari kepolisian terkait kasus dugaan maladministrasi.
“Sudah satu bulan lebih, kepolisian tidak memberikan tanda-tanda akan melakukan penyelidikan dan penyidikan soal siapa saja oknum yang terlibat dalam kekerasan,” kata Faisal, Koordinator KontraS Surabaya ketika diwawancarai wartawan Tabloid Lpk – www.tabloidlpk.or.id Kamis (12/11/2020, pukul 10.30 WIB.
Diakuinya, saat ini KontraS sudah melakukan pelaporan ke Ombudsman terkait kinerja penanganan atau dugaan maladministrasi yang dilakukan oleh aparat kepolisian dalam melakukan penanganan unjuk rasa di Surabaya pada tanggal 8 dan 20 Oktober.
Dalam laporan itu, pihaknya mendesak Ombudsman agar segera melakukan investigasi terkait dugaan maladministrasi atau tindak di luar kewenangan yang mengabaikan hukum dan peraturan Kapolri oleh aparat kepolisian dalam aksi unjuk rasa di Surabaya itu, jelas Faisal.
“Selain memasukkan data-data dan nama-nama korban, kronologi rinci dan jenis-jenis tindakan yang dilakukan kepolisian, kami juga melampirkan beberapa video yang berisi beberapa tindak kekerasan dan penangkapan sewenang-wenang. Juga ada pengakuan dari beberapa korban,” tambahnya.
Selama ini, KontraS menemukan tujuh bentuk tindak kekerasan yang dilakukan kepolisian, mulai dari penangkapan sewenang-wenang, melakukan tindak kekerasan, menutup akses informasi, dan hingga terkait tersangka anak. Selanjutnya, kami akan menunggu dari hasil laporan kami kepada Omnbudsman.
Dengan mengirimkan laporan ini, KontraS berharap kepolisian mau bergerak proaktif dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan terkait siapa-siapa saja aparat di balik dugaan maladministrasi tersebut.
Namun jika hal itu tak bisa dicapai, pihaknya akan membentuk polisi nasional, mengingat hal ini tidak hanya terjadi di Surabaya namun juga wilayah-wilayah lain di Indonesia.
“Kami sedang membentuk polisi nasional untuk melaporkan tindak kekerasan di seluruh Indonesia. Rencananya kami akan melaporkan ke Komnas HAM dan juga Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas),” tutupnya. (ir)