YALPK | Gresik – Jajaran Forum Pimpinan Daerah Gresik diantaranya Bupati Gresik DR. Ir. Sambari Halim Radianto, ST., Dandim 0817/Gresik Letkol Inf Budi Handoko, S.Sos, Kapolres Gresik AKBP Kusworo Wibowo, SH. S.I.K. MH., dan pimpinan lembaga daerah lainnya telah melaksanakan upacara bendera bersama dalam rangka memperingati Hari Pahlawan Tahun 2019 bertempat di Halaman Pemkab. Gresik, Minggu (10/11)
Nampak meriah dalam pelaksanaan kegiatan upacara bendera tahun ini dikarenakan juga dilengkapi dengan kegiatan pertunjukan Drama Kolosal dengan Thema “Tewasnya Jenderal Mallaby di Negeri ini “.
Drama kolosal tersebut kisahnya berawal dari mendaratnya tentara sekutu di Surabaya pada 25 Oktober 1945 yaitu militer Inggris dari Brigade Infantri India 49 Maratha di bawah kepemimpinan Brigadir Mallaby. Mallaby dan pasukannya pun terjebak dalam masalah. Pemuda Surabaya ngamuk. Surabaya pun akhirnya panas. Terjadi pertempuran selama tiga hari antara Brigade 49 dengan pejuang republik dari berbagai elemen.
Kisah itulah yang diangkat oleh Bupati Gresik Dr. Sambari Halim Radianto bersama seluruh Pejabat Pemkab Gresik saat memainkan lakon perjuangan merebut kemerdekaan pada 10 Nopember 1945,
Kisah yang tentang perjuangan 10 Nopember 1945 ini dimainkan dalam serial Drama Kolosal oleh sekitar 500 orang pemain. Drama kolosal ini dimainkan usai melaksanakan upacara peringatan Hari Pahlawan 10 Nopember yang berlangsing di Halaman Kantor Bupati Gresik.
Beberpa peran penting dimainkan oleh Bupati Gresik bersama para Pejabat Pemkab Gresik. Bupati Sambari terliba langsung dan mengambil peran sebagai Bung Tomo. Wakil Bupati Mohammad Qosim berperan sebagai KH. Hasyim Asyhari dan Plh Sekda Gresik, Nadlif berperan sebagai Gubernur Soryo.
Beberapa peran yang lain yang tak kalah penting yaitu, Asisten I Tursilowanto Hariogi berperan sebagai Panglima Sudirman. Kepala Dinas Pariwisata, Halomoan Sinaga mendapat peran sebagai Jenderal Mallaby, dibantu peserta Diklatsar CPNS Pemkab Gresik sebagai tantara penjajah.
Sepertinya setting cerita mengambil sepenggal kisah saat terbunuhnya Jenderal Mallaby oleh para pejuang di depan gedung Internasional yang saat ada di sekitar Jembatan Merah Surabaya.
Diawali dengan keprihatinan Jenderal Sudirman tentang berkibarnya bendera belanda di hotel Oranye. Kemudian berkumpullah para tokoh guna menyikapi keadaan tersebut. Tamak Bung Tomo (Sambari Halim Radianto) KH. Hasyim Asyhari (Mohammad Qosim) dan Gubernur Suryo (Nadlif),
“Saudara-saudara, jangan mulai menembak. Baru kalau kita ditembak maka kita akan ganti menyerang mereka. kita tunjukkan bahwa kita orang-orang yang benar-benar ingin merdeka. Sikap kita, lebih baik hancur dari pada kita dijajah.” teriak tokoh Bung Tomo.
Sedangkan tokoh KH Hasyim Asyhari menyampaikan resolusi jihadnya.
“Bismillahirrohmanirohim, Hukum mempertahankan kemerdekaan dan membela tanah air bagi kita ummat Islam adalah Jihad fisabilillah. Niatkanlah menegakkan agama dan membela membela negara. Kalau kalian mati, InsyaAllah akan syahid dan masuk surge” ungkapnya.
Atas keprihatinan dan semangat bung Tomo tersebut pemuda Surabaya ngamuk. Surabaya pun akhirnya panas. Terjadi pertempuran selama tiga hari antara Brigade 49 dengan pejuang republik dari berbagai elemen.
Demi mengupayakan perdamaian mereka melakukan pawai bermobil di Surabaya. Pada 30 Oktober 1945. Rakyat di muka Gedung Internatio yang semula sudah tampak tenang, timbul amarahnya dengan beratus-ratus mengejar iring-iringan dan menutupi jalan hingga terpaksa rombongan berhenti. Mallaby sudah berada di luar mobil yang ia tumpangi sedang pistolnya oleh rakyat yang mengerumuninya sudah direbut. Rakyat yang sudah panas tak tahu siapa Mallaby. Disanalah Brigjen Aubertin Walter Sothern (A.W.S.) Mallaby tewas.
Drama Kolosal yang dimainkan sangat bagus oleh Bupati dan Pejabat Pemkab Gresik. Halitu diakui oleh sang Sutradara Bambang Hermanto.
“Sangat bagus, saya tidak mengira bisa lancar dan bagus. Padahal tidak pernah latihan dan hanya sekali ketemu saat gladi bersih kemarin. Saat gladi bersih saja saya agak was-was. Selain banyak pemain yang gak hadir juga terkesan asal-asalan. Namun saat melihat pementasan barusan saya puas. Semuanya berjalan sesuai skenario” katanya.
Masih menurut Bambang, menggarap pementasan yang pemainnya para pejabat yang sibuk tidak mudah. Karena tidak adanya kesempaan latihan.
“Kami hanya memberikan plot cerita secara tertulis sekaligus meminta untuk menyiapkan propertynya. Ternyata mereka juga sukses. Bahkan saya melihat ada beberapa dialog diluar skenario, tapi tampak pas dan cerdas. Improvisasinya bagus” tambah Bambang sang Sutradara.(jf)