YALPK | Mataram – Lembaga Kajian Sosial dan Politik M16 Mataram mendorong penyandang disabilitas diberikan kesempatan yang sama untuk maju dalam kontestasi pemilihan kepala daerah (pilkada) di sejumlah kabupaten dan kota di Nusa Tenggara Barat (NTB), maupun Indonesia secara umum.
Direktur Lembaga Kajian Sosial dan Pilitik M16 Mataram, Bambang Mei Finarwanto menyampaikan larangan penyandang disabilitas untuk ikut serta dalam perhelatan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2018 seperti tertuang dalam Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai bentuk perlakuan diskriminatif.
Menurut pria yang akrab disapa Didu, setiap warga negara berhak memilih dan dipilih dalam pemilihan umum termasuk pilkada, termasuk penyandang disabilitas. Didu tidak sependapat dengan keputusan KPU yang menganggap kalangan disabilitas masuk dalam kategori tidak memiliki kemampuan jasmani dan rohani dalam melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai kepala daerah.
“Mereka sebagai penyandang disabilitas bukan karena kemauannya. Mereka seharusnya diberi ruang dan didorong sekaligus diberi kepercayaan dan kesempatan untuk tampil dalam konstestasi pilkada serentak,” katanya, Rabu ( 9/10) di Mataram .
Toh, kata Didu, banyak penyandang disabilitas yang memiliki kapasitas dan kapabilitas yang mumpuni untuk menjadi kepala daerah. Didu menilai keberpihakan dan kesetaraan menjadi kunci utama dalam memberikan ruang politik dan kesempatan kepada penyandang disabilitas maju falam kontestasi pilkada serentak 2020.
Didu menyorot Keputusan KPU No.231/PL.03.1-Kpt/06/KPU/XII/2017 tentang Petunjuk Teknis Standar Kemampuan Jasmani dan Rohani serta Standar Pemeriksaan Kesehatan Jasmani, Rohani, dan Bebas Penyalahgunaan Narkotika dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota. Dalam aturan tersebut, di pasal 7 disebutkan Calon Gubernur dan Calon Wakil GUbernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota harus memenuhi persyaratan mampu secara jasmani, rohani, dan bebas dari penyalahgunaan narkotika berdasarkan pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim.
Didu menyampaikan memasukan penyandang disabilitas dalam kategori tidak mampu jasmani dan rohani dalam keputusan KPU justru bertentangan, khususnya dengan UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan konstitusi.
Didu beranggapan syarat calon yang sehat jasmani dan rohani harus ditafsirkan secara luas dan holistik. Didu mengajak para penyandang disabilitas tidak dijustifikasi bahwa mereka tidak sehat dan seolah-olah diterjemahkan sebagai orang yang sedang sakit .
“Paradigma pemikiran yang stigmatisasi dan diskriminatif seperti ini harus dirubah. Cara pandang yang partisan hanya akan mendelegitimasi kemampuan dan kapasitas penyandang disabilitas,”
Didu menganggap banyak penyandang disabilitas yang memiliki kemampuan dan kapasitas di atas rata-rata dan memiliki gagasan menarik dalam membangun sebuah kota. Selama ini, terutama dalam kontestasi pilkada, kata Didu, penyandang disabiltas acap dipandang sebelah mata dan tidak ada kemauan untuk mendorong dan menampilkan kaum disabilitas maju dalam konstestasi pilkada.
” Selama ini kaum disabiltas hanya diberikan ruang secara sebatas pada pertimbangan belas kasihan ( charity ) dan sifatnya peri-feri ( pinggiran ) sebatas pada menjalankan peran kewajibannya. Tidak ada kemauan yang sungguh2 mendorong dan menampilkan kaum disabilitas maju dlm sebagai calon pemimpin di konstestasi pilkada,” papar didu sembari mengatakan Presiden RI ke IV , Abdurahman Wahid meskipun disabilitas terbukti dimasa kepemimpinannya yang singkat , terbukti mampu meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi maupun mengurangi utang luar negri secara signifikan .
“Ketika Allah SWT memberikan ujian atau cobaan kepada kaumnya dalam ketidaksempurnaan ataupun kelemahan fisik dibanding umat lainnya, maka sesungguhnya Allah SWT senantiasa akan menjaganya dan memberikan kelebihan disisi lain. Itu hukumnya wajib bukan sunnah,” tukasnya . ( ir )