Lpk | Sidoarjo – Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kabupaten Sidoarjo berkesempatan melakukan kunjungan kerja ke kantor Dekranasda Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat (10/6/22).
Kunker tersebut dipimpin langsung oleh Ketua Dekranasda Kab. Sidoarjo, Sa’adah Muhdlor Ali. Selain mengikuti gelaran Pameran Nasional Kriya Indonesia selama empat hari (9-12 Juni 2022), Ning Sasha, panggilan akrabnya ingin bertukar pikiran dengan pengurus Dekranasda DIY.
Dalam kesempatan itu, Ning Sasha mengungkapkan tujuan kedatangannya guna meningkatkan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM). Karena cita-cita dari Dekranasda Kab.Sidoarjo ini, salah satunya bisa mengembalikan kejayaan batik khas kota udang tersebut.
Diketahui Kabupaten Sidoarjo memiliki salah satu wisata bernama Kampoeng Batik Jetis, karena sebagai besar warga Kelurahan Jetis, Sidoarjo merupakan pembatik. Kampung batik yang sudah eksis sejak tahun 1675 ini, namun sayangnya kini mulai luntur.
Diungkapkan Ning Sasha, tak sedikit para pembatik yang sudah beralih menekuni bidang lain atau terpaksa tutup, salah satunya karena pandemi Covid-19. Namun menurutnya yang utama permasalahan tersebut adalah tidak adanya regenerasi.
“Batik tulis disini sangat terkenal sebelum tahun 2015 dan menjadi tempat wisata. Namun pandemi ini juga dirasakan dampaknya, akhirnya beberapa tutup. Juga ada yang beralih ke batik printing, padahal kerajinan batik itu yang diakui adalah batik tulis dan cap,” ungkapnya.
“Kunjungan kami disini juga ingin saling tukar pikiran bagaimana kiat-kiat khususnya untuk anak muda agar bisa tertarik, dan menjadi suatu regenerasi,” imbuh istri Gus Muhdlor, Bupati Sidoarjo, dalam kunjungannya ke Kantor Dekranasda DIY.
Dekranasda Kab.Sidoarjo dibawah kepemimpinan Ning Sasha, memiliki tekad mengembalikan masa kejayaan batik khas Sidoarjo. Pihaknya pun ingin membangkitkan kembali industri batik lokal.
“Tak hanya Kampoeng Batik Jetis, di Sidoarjo juga ada desa penghasil batik di Kedung Cangkirng, Jabon. Dulu terkenal batik tulisnya tapi sekarang hanya ada beberapa penrajin. Maka itu kami ingin menata kembali , menggalakan kembali. Agar para pembatik Sidoarjo ini bisa survive karena batik tulis itu faktanya masih diminati tak hanya turis mancanegara tapi juga warga lokal,” jelas Ning Sasha.
Mengamini ucapan Ning Sasha, pengurus Dekranasda Kab. Sidoarjo, sangat berharap kunjungan ini mampu menghasilkan ilmu baru untuk kemajuan kerajinan khas Sidoarjo, khususnya batik.
“Dalam kunjungan ini kami belajar bagaimana strategi dan metode mengembangkan bisnis kerajinan. Kerajinan di Yogya memang sangat menarik untuk didalami, selain berkualitas harga pun terjangkau,” ucapnya.
Ning Sasha juga mengungkapkan jika selama ini UMKM / IKM Kab. Sidoarjo memiliki hubungan kerjasama yang sangat baik dengan pelaku usaha di Yogyakarta.
“IKM kami telah bersinergi dengan IKM yang ada di Yogya, misalnya sandal tulisan I love Yogyakarta itu, sandalnya merupakan hasil buatan penrajin IKM Sidoarjo. Nantinya akan dimodifikasi oleh penrajin di Yogya. Selain itu kabar baiknya, UMKM Sidoarjo khususnya produk ecoprint ini semakin berkembang. Kami belajar mengombinasikan antara batik dan ecoprint yang juga belajarnya juga disini, di Yogya,” ungkap Ning Sasha.
Sementara itu, Wakil Ketua Dekranasda DIY, Gusti Bendoro Raden Ayu Adipati Pakualam, menyambut baik kedatangan pengurus Dekranasda Kab.Sidoarjo.
Pihaknya sangat mendukung harapan Dekranasda Sidoarjo untuk mengembalikan kejayaan batik setempat. Lewat diskusi ini ia berbagi bagaimana cara agar batik tetap lestari, mengingat Daerah Istimewa Yogyakarta juga telah dinobatkan sebagai Kota Batik Dunia sejak tahun 2014, yang ditetapkan oleh Dewan Kerajinan Batik Dunia atau World Craft Council (WCC).
“Yogya ini memang kekuatan utamanya adalah berkaitan dengan batik. Kita pun ada suatu pameran batik yang rutin digelar setiap dua tahun sekali. Selain batik juga ada diskusi soal batik. Dari batik kain, kini juga yang terkenal ada batik kayu dan topeng batik, itu adalah salah satu yang dikembangkan,” ucapnya.
Sebagai Kota Batik Dunia, di Yogyakarta juga memiliki Balai Batik yang satu-satunya ada di Indonesia.
“Disini orang bisa belajar membatik. Kita juga seringkali dapat kunjungan dari Dekranasda daerah lain. Karena faktanya banyak juga daerah yang tidak memiliki budaya membatik, tapi ada batik khas daerah setempat. Maka dari itu SDMnya juga harus siap,” terangnya.
Ditambahkan Wakil Ketua Dekranasda DIY, cara yang paling ampuh agar warisan budaya ini tidak luntur adalah dengan gencarnya sosialisasi untuk semua usia, baik anak-anak maupun dewasa.
“Harus banyak sosialisasi, harus semakin digencarkan dari anak-anak sampai orang tua. Sosialisasi soal batik itu bukan untuk ibu-ibu saja. Mungkin sosialisasi ini juga bisa lewat lomba. Sederhananya bisa melalui lomba menggambar motif batik khas daerah Sidoarjo,” tutur Gusti Bendoro Raden Ayu Adipati Pakualam.
“Selain itu kita harus punya inovasi – inovasi, misalnya tadi sudah bagus kombinasi antara batik dan ecoprint yang memang kini banyak diminati anak muda,” pungkasnya.
Dalam kesempatan itu, Dekranasda DIY mengajak Ning Sasha dan rombongan, untuk berkeliling ke Gedung PKK DIY yang mengusung konsep Green Building ramah lingkungan. Menariknya gedung berbalut vertical garden ini juga memiliki roof garden yang menambah suasana semakin nyaman.
Reporter : Edy