Lpk | Surabaya – Pemerintah secara resmi memulai proyek pengembangan 10 desa wisata di kawasan destinasi pariwisata Danau Toba, Sumatera Utara. Peresmian ini secara simbolis ditandai dengan peletakan batu pertama toilet wisata dan pengelolaan persampahan.

Direktur Utama Badan Otorita Pariwisata Danau Toba (BOPDT) Arie Prasetyo mengatakan, pengembangan 10 desa wisata itu merupakan proyek percontohan. Peletakan batu pertama toilet wisata merupakan CSR dari PT Pertamian sementara pengelolaan sampah dari PT Pegadaian.

“Kita berharap pengembangan Danau Toba tidak hanya bersumber dari APBN pemerintah, tapi juga melibatkan semaksimal mungkin stake holder untuk mengembangkan Danau Toba,” kata Arie dalam konferensi pers virtual, Jumat (10-07-2020).

Arie mengatakan peletakan batu pertama pengembangan desa wisata itu disaksikan langsung oleh Menko bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan serta Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio secara virtual.

Ada 10 desa yang dipilih dalam proyek percontohan berdasarkan kearifan lokal yang dimiliki serta berbasis komunitas. Kesepuluh desa itu terletak di Kabupaten Humbang Hasundutan (tiga desa), Kabupaten Toba (empat desa), dan Kabupaten Tapanuli Utara (tiga desa).

Selain groundbreaking pengembangan desa wisata, pada Jumat ini juga dilakukan penyerahan santunan atas lahan otoritatif Danau Toba. Pemerintah memberikan uang ganti rugi ekonomi masyarakat yang terdampak pengembangan pariwisata Danau Toba senilai total Rp26 miliar bagi masyarakat yang terdampak proyek pengembangan pariwisata di lahan seluas 279 hektar.

Arie mengatakan, proses ganti rugi mengacu pada Perpres No. 62 Tahun 2018 tentang Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Basional. Dalam Perpres tersebut penghitungan ganti rugi dilakukan oleh Gubernur dan bisa didelegasikan kepada Bupati.

“Hari ini kami memberikan secara simbolis kepada 255 bidang tanah yang di atasnya ada tanaman seperti kopi dan alpukat, yang dimiliki oleh 204 orang. Total anggaran Rp 26 miliar bersumber dari APBN yang didistribusikan kepada masyarakat sebagai itikad baik pemerintah agar perekonomian rakyat tidak terdampak aktivitas pengembangan pariwisata di Danau Toba,” kata Arie.

Deputi Bidang Koordinasi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kemenko bidang Kemaritiman dan Investasi Odo R.M. Manuhutu mengingatkan bahwa pembangunan prasarana pariwisata di 10 desa wisata itu agar dapat dirawat dengan baik agar fasilitas tersebut memberikan manfaat bagi masyarakat setempat.

Ia juga mengatakan dengan tuntasnya pembebasan lahan tahap pertama di kawasan tersebut diharapkan dapat menarik investasi ke Danau Toba.

“Dan semoga dengan investasi itu akan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi di kawasan, menyerap tenaga kerja, dan memberikan nilai tambah bagi perekonomian lokal,” kata Deputi Odo.

Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Hari Santosa Sungkar menekankan pentingnya penerapan protokol kesehatan covid-19 di destinasi wisata Danau Toba di era kenormalan baru ini.

Hari meminta pemerintah daerah serta pengelola Danau Toba memastikan prinsip Cleanless, Healtyness, Safety, and Environment (CHSE) betul-betul diterapkan di destinasi wisata Danau Toba.

“Mudah-mudahan temen-temen Pemda di sana menyiapkan kebersihan, higienis, terutama sanitasi dan tempat sampah. Kami sedang menyusun buku panduan protokol kesehatan dan siap menyosialisasikannya,” kata Hari.

Hari mengatakan, penerapan prinsip CHSE di destinasi wisata Danau Toba penting dilakukan untuk memberikan kepercayaan kepada turis baik dari dalam maupun luar negeri.

“Sekarang trennya adalah travel bubble, di mana harus ada perjanjian multilateral dengan negara lain yang di dalam perjanjian itu kita tukar menukar turis. Toba selama ini diminati Malaysia dan Singapura, semoga perjanjian ini segera bisa kita jajaki,” kata Hari. (ir)

Loading

285 Kali Dilihat

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *