Lpk | Surabaya – Beberapa waktu yang lalu, Fakultas Ilmu Komputer (Fasilkom) Universitas Narotama bergabung dalam penyelenggaraan seminar dengan metode webinar serentak dengan 40 perguruan tinggi se-Indonesia. Webinar itu menghadirkan pembicara dari Amerika Serikat dan Australia via webcam dan mengangkat tema Advancing Science in Indonesia.

Dekan Fasilkom UNNAR, Aryo Nugroho, ST, S.Kom, MT, menjelaskan dalam webinar tersebut peneliti se-Indonesia fokus untuk mengusung semangat open science yang memungkinkan agar ilmu terbuka bagi semua kalangan. “Hasil penelitian biasanya dipublikasikan di jurnal berbayar yang aksesnya sulit. Sebenarnya Indonesia sudah mulai open science, tapi sayangnya kebanyakan hanya jurnal berbahasa Indonesia. Sehingga yang bisa menikmati jurnal tersebut hanya orang Indonesia,” jelas Aryo.

Selain mengenai akses jurnal yang lebih mudah, Advancing Science juga memperkenalkan kita tentang berbagi data penelitian. Aryo menjelaskan, di beberapa jurnal jika peneliti mengunggah data penelitian maka data iu diakui sebagai material milik peneliti tersebut dan bisa disitasi oleh peneliti yang lain dalam penelitiannya.

“Ini akan sangat membantu khususnya peneliti Indonesia yang tidak berada di kota besar. Mereka lebih sulit untuk mendapatkan data penelitian dan membutuhkan biaya besar untuk mendapatkan data. Jika mereka bisa mensitasi milik peneliti lain untuk melakukan penelitian dengan tema yang berbeda, tentu akan lebih mudah,” tuturnya.

Open data seperti itu sudah dilakukan oleh bidang Teknologi Informasi, terutama dalam bidang Artificial Intelligence (AI). Peneliti bisa menggunakan data peneliti lain dengan mencantumkan sitasi untuk membuat penemuan baru. Open data juga akan membuka jalan kerjasama antar peneliti sehingga penelitian bisa berkembang lebih cepat.

Isu lain dalam dunia penelitian adalah mengenai hak cipta. Secara filosofi, hak cipta melekat pada pembuat suatu produk. Sedangkan secara hukum, ada pemegang hak cipta dan pencipta. Pencipta adalah pembuat, dan pemegang hak cipta adalah institusi tempat pembuat itu bernaung. “Yang membuat peneliti agak dirugikan adalah adanya beberapa platform jurnal yang meminta peneliti mengalihkan pemegang hak cipta pada mereka setelah kita mengunggah jurnal,” ungkap Aryo.

Aryo juga menekankan pada isu tentang repositori dan plagiasi. Setiap peneliti harus melakukan cek plagiasi atas jurnal yang mereka unggah. Namun masalahnya adalah ketika jurnal tersebut juga disimpan di repositori yang terhubungan dengan web institusi. “Ketika cek plagiasi dilakukan, secara otomatis jurnal kita di repositori juga akan terdeteksi. Sehingga jurnal kita akan terbukti sebagai plagiat. Padahal plagiat jurnal kita sendiri di repositori. Ini yang harus dibenahi,” tutupnya. ( ir )

Loading

322 Kali Dilihat

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *