YALPK | Ponorogo – Larung Sesaji merupakan salah satu agenda penting dan sakral, bagi masyarakat kabupaten Ponorogo. sebuah trasidi yang tidak bisa di tinggalkan setiap tahun . Larung sesaji di Telaga Ngebel merupakan peringatan Hari Jadi Ponorogo ke 523 dan masih termasuk rangkaian perayaan Grebeg Suro menyambut tahun baru Islam 1441 Hijriah. Agenda tahunan ini diperingati setiap tanggal 1 Muharram atau 1 Sura yang jatuh pada hari Minggu 01/09/ 2019.
Selain memiliki makna spiritual, Ritual Larung Sesaji dan Risalah Doa di Telaga Ngebel juga menjadi tanda berakhirnya rangkaian penyelenggara Acara Grebek Suro dan kesenian Reyog 2019.
Dengan adanya 5 Tumpeng/ Buceng diarak dan berhenti didermaga Telaga Ngebel, diantaranya Buceng Agung yang paling besar, Buceng Purak, dan Buceng Sedekah Bumi. Arak-arakan Tumpeng/ Buceng didahului dengan Tari Gambyong, Ombyak Suran, dan juga kesenian Reyog khas Ponorogo.
Salah satu Tumpeng terbesar Satu Gunungan Utama. Tumpeng berisi beras merah ini akan dilarung menuju ke tengah Telaga Ngebel dan sesampainya ditengah-tengah telaga tumpeng akan di tumpahkan di tengah telaga.
Dan Tumpeng lainnya berisikan hasil bumi tamanan yang disebut Buceng Purak dan akan diperebutkan masyarakat di lokasi.
Bupati Ponorogo Ipong Muchlissoni dalam sambutannya mengatakan, tradisi larung sesaji atau larungan di Telaga Ngebel ini sebagai suatu wujud rasa syukur masyarakat Ponorogo atas rezeki yang di berikan allah swt pada seluruh masyarakat Ponorogo.
Iebih lanjut Ipong juga menjelaskan bahwa, “Seperti larungan ini sebagai salah satu bentuk tradisi turun-temurun yang menggambarkan rasa bersyukurnya masyarakat kepada sang penciptanya,” ungkapnya
Hal yang tak kalah meriah juga adanya manuver pesawat tempur dan Helikopter milik TNI-AU lanud Iswahjudi, seolah memberikan apresiasi kepada masyarakat Ponorogo dalam melaksanakan prosesi acara Larung Sesaji ini.(fer)