Lpk | Surabaya – Fasilitas umum biasanya digunakan untuk kebutuhan masyarakat dan terkadang tanah fasilitas umum atau fasum kerap kali digunakan tanpa seizin pemerintah.

Adanya fasum bertujuan untuk memberikan fasilitas kepada masyarakat agar dipergunakan bagi masyarakat dan meningkatkan kualitas hidup mereka seperti fasilitas rekreasi, kegiatan sosial, olahraga, edukasi, dan kepentingan umum lainnya.
Q
Sayangnya fasum di Perumahan Griya Babatan Mukti menjadi polemik yang berkepanjangan hingga saat ini.berawal dari ketidakjelasan keberadaan tanah fasum yang digunakan oleh oknum-oknum tertentu demi kepentingan pribadi. Salah satunya berdirinya bangunan fasum SD. AT TAQWA di perumahan Griya Babatan Mukti Wiyung Surabaya, hingga membuat marah warga setempat.

Dalam rapat pertemuan pada tanggal 29 September 2023 di Pendopo Perumahan Griya Babatan Mukti antara perwakilan warga RT 01, RT 02, RT 03, RT 04, RT 05, RT 06, Ketua RW 07, tokoh masyarakat, Ketua LPMK Kelurahan Babatan, Lurah Babatan, Camat Wiyung, Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman serta Pertanahan (DPRKPP) Kota Surabaya, PT Wisma Mukti dan OPD terkait lainnya, Pemkot masih tutup mulut dan masih belum menjawab pertanyaan warga.

Saat wawancara salah satu RT dan warga setempat mengatakan terkait sanksi yang seharusnya diberikan atas berdirinya bangunan tanpa IMB, Warga menganggap seolah-olah Pemkot Surabaya sengaja melakukan pembiaran.

Hal tersebut sangatlah ironis dan jauh berbeda dengan penegakan hukum kepada bangunan lain tanpa IMB di dalam komplek yang sama atau sekolah swasta lain tanpa IMB yang langsung disegel oleh Pemkot Surabaya.

Penerapan UU No. 28 tahun 2002, PP No. 36 tahun 2005 dan Perda Kota Surabaya No 5 tahun 2013 terkesan tebang pilih alias suka-suka Pemkot Surabaya.

Peraturan Pendirian Bangunan Kota Surabaya juga telah diatur jauh-jauh tahun sebelumnya melalui Perda Kota Besar Surabaya No 55 tahun 1955, Perda Kotamadya Surabaya No. 3 tahun 1974, Perda Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya Nomor 7 tahun 1992 tentang Izin Mendirikan Bangunan di Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya, Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Surabaya Nomor : 32 tahun 1995, Perda Kota Surabaya Nomor 7 tahun 2009.

Sebagaimana pernah dijelaskan dalam rapat sebelumnya di Kecamatan yang diikuti oleh awak media, Pihak Yayasan At taqwa menyampaikan bahwa sekolah sudah berdiri sejak 2005 dan ijin sekolah dikeluarkan oleh Diknas tahun 2007. Tanda tanya besar atas pembiaran bangunan tersebut oleh pihak-pihak terkait hampir 18 tahun, padahal sudah ada laporan warga.”ujarnya

Dalam rapat tanggal 29 September 2023 yang dihadiri awak media, warga mempertanyakan kenapa serah terima terjadi sejak tahun 2022, akan tetapi pihak Developer PT Wisma Mukti dan Pemkot Surabaya merahasiakan dan tidak menyampaikan kepada warga, sehingga muncul kecurigaan bahwa ada hal yang ditutupi.

Pihak Developer PT Wisma Mukti dan DPRKPP saling lempar tanggung jawab dalam menjawab pertanyaan warga. Warga mengetahui tentang adanya serah terima fasum dari PT Wisma Mukti kepada Pemkot Surabaya setelah mendapat informasi dari Ombudsman Jawa Timur.

Warga juga mempertanyakan akta Pelepasan Hak atas Tanah Untuk Sarana dan Prasarana Umum dari PT Wisma Mukti ke Pemkot Surabaya yang mana tertulis 1 bidang lahan, padahal faktanya ada bangunan 3 lantai tanpa IMB yang sudah berdiri belasan tahun (sesuai informasi dari Yayasan At taqwa bahwa sekolah berdiri tahun 2005)

Seolah keberadaan bangunan megah tersebut ditutupi. Pihak Pemkot Surabaya tidak bisa memberikan jawaban. Warga menganggap bahwa itu tidak hanya berkaitan dengan pelanggaran UU, akan tetapi berkaitan juga dengan retribusi, sanksi denda dan pajak-pajak lain yang seharusnya menjadi pemasukan untuk negara menjadi tidak ada/ hilang karena bangunan 3 lantai tersebut seolah dianggap lahan kosong.

Dalam pertemuan sebelumnya dengan Kepala DPRKPP Kota Surabaya tanggal 19 September 2023 dan beberapa hari sebelum pertemuan tanggal 29 September 2023, warga meminta copy berkas serah terima dari DPRKPP Kota Surabaya, tetapi sampai dengan pertemuan tanggal 29 September 2023, DPRKPP Kota Surabaya masih belum memberikan copy berkas tersebut kepada warga.

Warga merasa ada yang aneh dalam serah terima tersebut, karena tidak memasukkan fasum di blok L-16 dan fasum 7.000 M2. Penjelasan dari PT Wisma Mukti bahwa atas perhitungan dari pemkot Surabaya, fasum yang diserahkan sudah sesuai, tidak perlu menambahkan fasum blok L-16.

Untuk fasum 7.000 M2 katanya akan diserahkan nanti, akan tetapi lokasi tersebut belum bisa ditinjau untuk saat ini. Flash back ke belakang, pada tahun 2020, Developer PT Wisma Mukti memberikan Surat Keterangan yang berisi daftar fasos, fasum dan RTH, termasuk fasum 7.000 M2 dan fasum blok L-16 seluas 234 M2.

Pada saat rapat tahun 2021 dengan warga, PT Wisma Mukti juga menjelaskan secara jelas untuk lokasi fasos, fasum dan RTH secara detail (jumlah fasum sama persis surat keterangan tahun 2020), bahkan PT Wisma Mukti sendiri yang memasang patok/ banner tulisan fasum/ RTH serta luasannya, akan tetapi kenapa di tahun 2023 perhitungan fasum berubah dan fasum seluas 234 M2 di blok L-16 tidak masuk sebagai fasum. PT Wisma Mukti menyampaikan bahwa yang menghitung adalah Pemkot Surabaya. Pemkot akan melakukan penghitungan ulang, apakah jumlah fasumnya telah sesuai atau tidak sesuai.

Terkait status blok O dan blok P, PT Wisma Mukti menjelaskan bahwa mereka menunggu hasil rapat dengan BPN 1 Surabaya terkait alas hak blok O dan P. Warga blok O dan P menunjukkan kepada awak media untuk brosur awal sebelum mereka melakukan pembelian tertulis jelas PERUMAHAN GRIYA BABATAN MUKTI dan belinya dari PT Wisma Mukti.

DPRKPP Kota Surabaya berjanji akan melakukan pemasangan patok dan papan pengamanan terhadap PSU yang sudah diserahkan oleh PT Wisma Mukti kepada Pemkot Surabaya. Warga meminta patok/ papan tersebut besar, jadi biar bisa dilihat oleh warga secara jelas.

Berbagai masalah lain yang terjadi di lingkungan perumahan Griya Babatan Mukti, termasuk diantaranya juga pemancar BTS yang sudah dinyatakan oleh OPD terkait saat rapat tanggal 24 Mei 2023 bahwa bagnunan tersebut tidak terdaftar dan tidak memiliki IMB, tapi sampai saat ini tidak ada reaksi dari Pemkot Surabaya, padahal setelah rapat tersebut warga juga sudah mengingatkan Pemkot Surabaya secara tertulis sekitar 10 x (sepuluh kali), tetapi tidak ada tindakan dari Pemkot Surabaya.

Masalah pelaksanaan putusan MA No 08 PK/TUN/2016 yang tidak dilaksanakan secara tuntas oleh Pemkot Surabaya juga menjadi pertanyaan besar.

Hasil penelusuran awak media, bekas tembok yang dibongkar tersebut terlihat jelas berhimpitan dengan tembok yang ada di belakangnya. Informasi dari beberapa warga, bahwa eksekusi tembok tersebut berlangsung pada tahun 2018 atau sekitar 2 tahun setelah putusan MA tersebut.

Dari beberapa warga didapatkan informasi bahwa beberapa hari menjelang eksekusi pembongkaran tembok dilaksanakan, secara “cerdik” oleh pihak tertentu mendirikan tembok baru yang berhimpitan dengan tembok lama, sehingga saat tembok lama dibongkar, tetap masih ada tembok pembatas yang menjadi penghalang akses langsung warga Griya Babatan Mukti ke fasum 7.000 M2 dan makam.

Proses pembongkaran dilaksanakan secara hati-hati agar tidak merusak tembok di belakangnya karena jarak sangat dekat (berhimpitan). Tembok pembatas tetap berdiri kokoh. Jembatan yang menghubungkan akses warga menuju fasum dan makam dibongkar.

Reporter : Joko

Loading

83 Kali Dilihat

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *