Lpk | Surabaya – Masalah mendasar yang mengakibatkan kemiskinan, penderitaan rakyat Indonesia dari zaman penjajahan, zaman pembangunan Orde Baru, hingga saat ini adalah ketidakadilan penguasaan sumber-sumber agraria.
Farhan Abdillah Dalimunthe Koordinator Aksi (Sekretaris Wilayah LMND – Jawa Timur) waktu ditemuin jurnalis LPK Nusantara News di Posko Kemenangan PANCASILA di Jl. Lamongan No.57A Surabaya hari Selasa siang (10/3) pukul 11.00 WIB menuturkan untuk aksi demo pada hari Kamis lusa (12 Maret 2020 ) Kami akan menyuarakan “Ketidakadilan penguasaan sumber agraria yang dimaksud adalah dimonopolinya kepemilikan dan penggunaan sumber agraria baik itu berupa tanah, air dan udara serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya oleh sebagian kecil kelompok, sementara sebagian besar rakyat lainnya dibiarkan tanpa kepemilikan dan kesempatan untuk mengusahakannya”.
Hal ini bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945 yang berorientasi pada sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Di Surabaya terjadi fenomena unik terkait penguasaan tanah yang bernama tanah Surat Ijo.
“Surat Ijo merupakan fenomena hubungan kontraktual antara dua pihak yang saling membutuhkan, yakni warga penghuni dan Pemerintah Kota Surabaya” tambah Farhan sapaan akrabnya.
Luas seluruh tanah negara yang dikelola Pemerintah Kota Surabaya mencapai 14.963.717,29 m2 atau 1.496,37 hektare.
Sebagian tanah negara yang termanfaatkan untuk pemukiman berlegalitas IPT (Izin Pemakaian Tanah) atau tanah surat ijo mencapai tanah seluas 8.275.970,28 m2 atau 827,60 hektare atau sekitar 55,31% dari seluruh luas tanah negara yang dikelola Pemerintah Kota Surabaya.
Selebihnya masih belum/tidak berstatus IPT, yakni seluas 5.980.963,47 m2 atau 598,10 hektare atau 44,69% dari luas tanah negara yang ada; dan tidak selalu berupa lahan kosong tanpa bangunan, melainkan juga tanah yang dihuni warga yang belum/tidak melaporkan diri ke Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah
(DPBT) Kota Surabaya.
“Disamping itu, juga berbentuk fasilitas umum (fasum) komersial seperti pasar, rumah sakit, pertokoan, hotel, mall; dan fasilitas sosial (fasos) seperti taman kota, jalan, boezem, dan lain-lain yang non komersial” imbuhnya.
Tanah-tanah surat ijo itu tersebar di 26 kecamatan dari 31 kecamatan yang ada. Kecamatan yang memiliki surat ijo terluas yakni Kecamatan Gubeng (Surabaya Selatan) seluas 1.923.767,44 m2 (192,38 hektare), disusul Kecamatan Wonokromo (Surabaya Selatan) seluas 1.147.179,30 m2 (114,72 hektare). Di tingkat kelurahan ada 88 kelurahan yang memiliki tanah surat ijo terluas yakni Kelurahan Ngagelrejo (Kecamatan Wonokromo) yakni 683.129,51 m2 (68,31 Hektare), disusul kelurahan Baratajaya (Kecamatan Gubeng) seluas 650.625,23 m2 (65,06 hektare).
“Dalam hal ini Pemkot Surabaya berperan ganda, sebagai perumus suprastruktur dan sebagai pemain di ranah basic-structure. Peran ganda itu menimbulkan kemudahan untuk melanggengkan penguasaan tanah negara dan juga melanggengkan proses penghisapan, yakni melalui produk legislasi yang mendukung sinambungnya sistem tanah surat ijo. Perda dibuat sedemikian rupa bahwa Pemkot Surabaya sebagai pemilik”, tutupnya. ( ir)