Lpk | Surabaya – Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Dardak, blusukan mengecek langsung bagaimana penerapan Pembatasan sosial berskala Besar (PSBB) tahap ketiga di Surabaya. Dia mengunjungi kantor RW 01 Kelurahan Dukuh Pakis, Kecamatan Dukuh Pakis, Surabaya.Kamis (28/5)
“Kita semua harus lebih bijak menyikapi PSBB karena PSBB ini bukan penutupan usaha atau tidak memperbolehkan orang bekerja,” kata Emil di Balai RT01 RW 01 Kel. Dukuh Pakis.
Dia menjelaskan masyarakat haru bisa memilah dampak mana yang disebabkan oleh COVID-19, mana yang disebabkan leh PSBB. Menurutnya, PSBB ini ibaratnya sebuah ujian bagaimana bisa hidup disiplin.
“Kita harus secara sadar menerapkan kedisiplinan protokol covid-19, ini yang harus kita biasakan. Jangan beranggapan PSBB ini akan segera berakhir terus kita bisa kembali beraktivitas, PSBB berakhir bukan berarti COVID-19 juga berakhir,” ujarnya.
Soal bantuan bagi yang terdampak, Pemprov Jatim telah membuat sistem penyaluran bantuan pangan non tunai melalui kartu. Sehingga masyarakat bisa membelanjakan sesuai kebutuhan masing-masing.
“Lebih baik banyak orang dapat sedikit tapi merata dari pada sedikit orang mendapatkan banyak,” katanya.
Banyak anggaran Pemprov Jatim yang difokuskan pada penanganan covid dampak sosial ekonomi. Surabaya mendapatkan 72.033 keluarga yang mendapat suplemen dari Pemprov.
Untuk wilayah berbasis kelurahan mendapatkan tambahan 50 persen. Penyalurannya langsung masuk ke rekening.
“Bansos tunai, ada 1,2juta-an keluarga. Untuk Surabaya sekitar 170ribu keluarga yang mendapatkan, nah ini yang menjadi wewenang pemerintah kota berdasarkan usulan RT. Surabaya sudah mengusulkan penghapusan nama-nama yang tidak layak mendapatkan bantuan,” kata dia.
Agus Kusmantoro, Ketua RW 01 mengatakan jika beberapa kawannya sesama RW tak mengetahui kriteria warga yang mendapat bantuan dampak COVID-19. Selain itu, banyak bantuan yang salah sasaran.
“Ada nama yang sudah meninggal dunia tetapi masih dapat bantuan,” katanya.
Bantuan yang datang pun diberikan pada nama-nama yang tidak sesua dengan data yang diusulkan oleh RT. “Ada
kasus, nama bantuannya sama tetapi sebagian lewat kantor pos sebagian lagi lewat bank Jatim. Dan jumlahnya berbeda,” ujarnya.
“Ada kasus tumpang tindih bantuan, warga yang sudah mendapatkan BPNT dan BLT masih mendapatkan JPS,” katanya.
Menanggapi hal itu, Emil menjelaskan Pemprov Jatim telah menyisir keluarga yang benar-benar belum pernah mendapatkan bantuan. Jika masih ada yang mendapatkan bantuan doble, kemungkinan tidak adanya penjelasan yang baik maupun ketegasan saat mendata siapa yang boleh menerima bantuan, sehingga RT/RW bingung menyikapi warga yang mendapatkan bantuan double.
“Ini akan menjadi masukan yang bagus untuk Pemprov sehingga gelombang kedua penyaluran bantuan lebih tepat sasaran,” katanya.(jf)