Lpk | Surabaya – Yayasan Hotline adalah Lembaga nirlaba yang konsen di use perlindungan anak terutama anak-anak yang menjadi korban kekerasan dan atau eksploitasi seksual juga anak – anak yang menjadi korban eksploitasi seksual komersian anak yang lebih kita kenal Anak yang dilacurkan.
Diskusi yang diadakan hari Sabtu siang (7/3) pukul 13.00 WIB bertempat di ECoffe Jl. Lesti No 35 Surabaya untuk berpartisipasi mengurangi stigma dan diskriminasi yang ada di masyarakat sehingga proses pemulihan anak korban menjadi lebih cepat.
Machrus Program Manager Yayasan Hotline menuturkan “Istilah AYLA (anak yang dilacurkan), ESKA (Eksploitasi Seksual Komersial Anak) atau CSEC (Comercial Sexual Exploitation of Children) adalah istilah yang berbeda tapi bermakna sama. Jadi kalo ada 3 istilah diatas yang muncul kita tidak perlu bingung dengan istilah tersebut.
“Definisi ESKA sendiri adalah pelecehan seksual oleh orang dewasa dan remunerasi tunai atau barang kepada anak atau orang ketiga atau orang lain. Anak diperlakukan sebagai objek seksual dan sebagai objek komersial”, tutur Machrus.
“Data anak yang dilacurkan secara nasional saat ini belum banyak diketahui, penelitian terakhir dilakukan oleh Muhammad Farid dari Yayasan Samin Yogyakarta dilakukan tahun 1999 menyebutkan bahwa 30% dari Pekerja Seks Komersial Dewasa adalah masih berusia anak dan estimasinya berjumlah 150.000 – 300.000 Anak yang dilacurkan, terang Machrus.
Dari data diatas diperkirakan angka tersebut jauh bertambah dengan perkembangan teknologi yang saat ini akses teknologi yang saat ini berkembang lebih banyak yang menjadi korban AYLA sehingga jumlahnya makin tahun makin meningkat, tegasnya.
“Kami mendampingi rata-rata 50 anak tiap tahun, dari jumlah tersebut kami mengasumsikan jumlahnya hanya 10%, jika jumlah yang kami damping sebanyak 389 anak estimasi AYLA sebanyak 389.000. Jumlah tersebut menyebar di wilayah Surabaya dan sekitarnya tidak terlokalisir seperti pola prostitusi beberapa tahun lalu”, imbuhnya.
Kami selalu melihat mereka sebagai korban, karena dari proses mereka menjadi AYLA sangat dipengaruhi peristiwa masa lalu mereka menjadi korban kekerasan dan atau eksploitasi seksual. Lalu mereka banyak di manfaatkan oleh orang-orang di sekitarnya untuk di ekploitasi.
Machrus mengingatkan dengan kecanggihan tehnologi media online lah yang menjadi sarana promosi, hotel dan apartemen sebagai tempat eksekusi dengan hasrat #OpenBO # Avail # #ExpoSurabaya dan lain-lain.
Yang menjadi pekerjaan rumah kita Bersama adalah bagaimana mengurangi permintaan tersebut dengan memberi efek jera bagi “Predator” / pelanggan seks anak. Selama ini para “predator tidak pernah di proses hukum dan dijatuhi hukuman karena seks dengan anak, tutupnya. (ir)