YALPK | Redaksional – 

Pertanyaan : Saya pernah belanja barang secara online, tapi barang yang saya terima tidak sama dengan yang saya lihat di foto pada iklan yang dipajang. Pertanyaan saya, apakah itu termasuk pelanggaran hak konsumen? Apakah saya dapat menuntut penjual untuk mengembalikan uang atau mengganti barang yang saya beli tersebut? Terima kasih.

Ulasan jawaban : Jika Anda membeli barang ternyata barang itu tidak sesuai dengan informasi yang Anda dapatkan saat melihatnya secara online pada foto iklan, hal ini dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap hak konsumen dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. salah satunya adalah hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.

Anda sebagai konsumen bisa menuntut kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian karena pada dasarnya Anda sebagai konsumen berhak mendapatkan barang yang sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan.

Lalu bagaimana jika ditinjau dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. dan perubahannya? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.akan menjawab pertanyaan Anda dengan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. (“UU Pelindungan Konsumen”) dan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 Tentabg Penyelengaraan  Sistem  dan Transaksi Elektronik. (“PP PSTE”). PP PSTE sendiri merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. (“UU ITE”) sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Ingormasi dan Transaksi Elektronik (“UU 19/2016”).

Transaksi Jual Beli/Belanja Online Menurut UU Perlindungan Konsumen

Dengan pendekatan UU Perlindungan Konsumen, kasus yang Anda sampaikan tersebut dapat kami simpulkan sebagai salah satu pelanggaran terhadap hak konsumen.

Pasal 4 UU Perlindungan Konsumenmenyebutkan bahwa hak konsumenadalah:

  1. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
  2. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
  3. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
  4. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
  5. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
  6. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
  7. hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
  8. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
  9. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya.

Di sisi lain, kewajiban bagi pelaku usaha (dalam hal ini adalah penjual online), sesuai Pasal 7 UU Perlindungan Konsumen adalah:

  1. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
  2. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
  3. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
  4. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
  5. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang  dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
  6. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
  7. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantianapabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Terkait dengan persoalan yang Anda tanyakan, lebih tegas lagi Pasal 8 ayat (1) huruf f UU Perlindungan Konsumen melarang pelaku usaha untuk memperdagangkan barang/jasa yang tidak sesuaidengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut. Berdasarkan pasal tersebut, ketidaksesuaian spesifikasi barang yang Anda terima dengan barang tertera dalam iklan/foto penawaran barang merupakan bentuk pelanggaran/larangan bagi pelaku usaha dalam memperdagangkan barang.

Anda selaku konsumen sesuai Pasal 4 huruf h UU Perlindungan Konsumen tersebut berhak mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Sedangkan, pelaku usaha itu sendiri sesuai Pasal 7 huruf g UU Perlindungan Konsumenberkewajiban memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantianapabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Apabila pelaku usaha melanggar larangan memperdagangkan barang/jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut, maka pelaku usaha dapat dipidana berdasarkan Pasal 62 ayat (1) UU Perlindungan Konsumenyang berbunyi:

Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2 miliar.

Kontrak Elektronik dan Perlindungan Konsumen Menurut UU ITE dan PP PSTE

Transaksi jual beli Anda, meskipun dilakukan secara online, berdasarkan UU ITE dan PP PSTE tetap diakui sebagai transaksi elektronik yang dapat dipertanggungjawabkan. Persetujuan Anda untuk membeli barang secara online dengan cara melakukan klik persetujuan atas transaksi merupakan bentuk tindakan penerimaan yang menyatakan persetujuan dalam kesepakatan pada transaksi elektronik. Tindakan penerimaan tersebut biasanya didahului pernyataan persetujuan atas syarat dan ketentuan jual beli secara onlineyang dapat kami katakan juga sebagai salah satu bentuk Kontrak Elektronik.

Kontrak Elektronik menurut Pasal 47 ayat (2) PP PSTE dianggap sah apabila:

  1. terdapat kesepakatan para pihak;
  2. dilakukan oleh subjek hukum yang cakap atau yang berwenang mewakili sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  3. terdapat hal tertentu; dan
  4. objek transaksi tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan, dan ketertiban umum.

Kontrak Elektronik itu sendiri setidaknya harus memuat hal-hal sebagai berikut:

  1. data identitas para pihak;
  2. objek dan spesifikasi;
  3. persyaratan Transaksi Elektronik;
  4. harga dan biaya;
  5. prosedur dalam hal terdapat pembatalan oleh para pihak;
  6. ketentuan yang memberikan hak kepada pihak yang dirugikan untuk dapat mengembalikan barang dan/atau meminta penggantian produk jika terdapat cacat tersembunyi; dan
  7. pilihan hukum penyelesaian Transaksi Elektronik.

Dengan demikian, pada transaksi elektronik yang Anda lakukan, Anda dapat menggunakan instrumen UU ITE dan/atau PP PSTE sebagai dasar hukum dalam menyelesaikan permasalahan Anda.

Terkait dengan perlindungan konsumen, Pasal 49 ayat (1) PP PSTE menegaskan bahwa Pelaku Usaha yang menawarkan produk melalui Sistem Elektronik wajib menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, danproduk yang ditawarkan. Lebih lanjut ditegaskan lagi bahwa Pelaku Usaha wajib memberikan kejelasan informasi tentang penawaran kontrak atau iklan.

Jika Barang yang Anda Terima Tidak Sesuai dengan yang Diperjanjikan

Pasal 49 ayat (3) PP PSTE mengatur khusus tentang hal tersebut, yakni Pelaku Usaha wajib memberikan batas waktu kepada konsumen untuk mengembalikan barang yang dikirim apabila tidak sesuai dengan perjanjian atau terdapat cacat tersembunyi.

Selain kedua ketentuan tersebut di atas, apabila ternyata barang yang Anda terima tidak sesuai dengan foto pada iklan took online tersebut (sebagai bentuk penawaran), Anda juga dapat menggugat Pelaku Usaha (dalam hal ini adalah penjual) secara perdata dengan dalih terjadinya wanpretasi atas transaksi jual beli yang Anda lakukan dengan penjual.

Menurut Prof. R. Subekti, S.H. dalam bukunya tentang “Hukum Perjanjian”, wanprestasi adalah kelalaian atau kealpaan yang dapat berupa 4 macam kondisi yaitu:

  1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
  2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan;
  3. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;
  4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

Jika salah satu dari 4 macam kondisi tersebut terjadi, maka Anda secara perdata dapat menggugat penjual online dengan dalih terjadi wanprestasi (misalnya, barang yang Anda terima tidak sesuai dengan spesifikasi barang yang dimuat dalam display home page/web site).

Pidana Penipuan dalam Transaksi Jual Beli Online

Hal yang perlu diingat adalah bahwa jual beli secara online pada prinsipnya adalah sama dengan jual beli secara faktual pada umumnya. Hukum perlindungan konsumen terkait transaksi jual beli online pun sebagaimana kami jelaskan sebelumnya tidak berbeda dengan hukum yang berlaku dalam transaksi jual beli secara nyata. Pembedanya hanya pada penggunaan sarana internet atau sarana telekomunikasi lainnya. Akibatnya adalah dalam transaksi jual beli secara online sulit dilakukan eksekusi ataupun tindakan nyata apabila terjadi sengketa maupun tindak pidana penipuan. Sifat siber dalam transaksi secara elektronis memungkinkan setiap orang baik penjual maupun pembeli menyamarkan atau memalsukan identitas dalam setiap transaksi maupun perjanjian jual beli.

Dalam hal pelaku usaha atau penjual ternyata menggunakan identitas palsu atau melakukan tipu muslihat dalam jual beli online tersebut, maka pelaku usaha dapat juga dipidana berdasarkan Pasal 378  kitab undang-undang hukum pidana “KUHP”) tentang penipuan dan Pasal 28 ayat (1) UU ITE tentang menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.

Bunyi selengkapnya Pasal 378 KUHPadalah sebagai berikut:

Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Bunyi selengkapnya Pasal 28 ayat (1) UU ITE adalah sebagai berikut:

Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.

Terhadap pelanggaran Pasal 28 ayat (1) UU ITE ini diancam pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 45A ayat (1) UU 19/2016, yakni:

Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Sebagai referensi mengenai jual beli online Anda juga dapat baca catatan dibawah ini :

Catatan tentang Transaksi Secara Online

Berdasarkan pengamatan dan pengalaman kami, prinsip utama transaksi secara online di Indonesia masih lebih mengedepankan aspek kepercayaan atau “trust” terhadap penjual maupun pembeli. Prinsip keamanan infrastruktur transaksi secara online seperti jaminan atas kebenaran identitas penjual/pembeli, jaminan keamanan jalur pembayaran (payment gateway), jaminan keamanan dan keandalan websiteelectronic commerce belum menjadi perhatian utama bagi penjual maupun pembeli, terlebih pada transaksi berskala kecil sampai medium dengan nilai nominal transaksi yang tidak terlalu besar (misalnya transaksi jual beli melalui jejaring sosial, komunitas online, took online, maupun blog). Salah satu indikasinya adalah banyaknya laporan pengaduan tentang penipuan melalui media internet maupun media telekomunikasi lainnya yang diterima oleh kepolisian maupun penyidik Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Dengan kondisi demikian, ada baiknya kita lebih selektif lagi dalam melakukan transaksi secara online dan mengedepankan aspek keamanan transaksi dan kehati-hatian sebagai pertimbangan utama dalam melakukan transaksi jual beli secara online.

Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.

Dasar hukum:

    1.  Kitab undang-undang hukum pidana;
    2. Undang-undang No 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen (UUPK)
    3.  Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektonik sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan undang-undang Nomor 11 Tahun 2007 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
    4. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang penyelengaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

1, Pasal 47 ayat (1) dan Penjelasan Pasal 47 ayat (1) PP PSTE

2, Pasal 48 ayat (3) PP PSTE

31, Pasal 49 ayat (2) PP PSTE

Loading

2,690 Kali Dilihat

By admin

2 thoughts on “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Yang Belanja Online Sistem Elektronik”
  1. Saya belanja baju secara online di salah satu sosmed (untuk hal ini, saya paham ongkir akan dibebankan ke customer), pada saat barang nya sampai, ada kesalahan warna (dari pihak penjual), olehkarena itu saya kembalikan lagi ke penjual (disini untuk ongkir saya juga yang tanggung), dan pada saat baju nya ini mau dikirimkan ke saya (setelah keterlambatan 2 minggu dari waktu yang dijanjikan penjual) saya sempat ber argument dengan owner nya mengenai biaya pengiriman (pihak owner merasa biaya pengiriman itu customer yang tanggung dan pengiriman ke alamat yang saya beri itu dengan menggunakan delivery online mahal), karena tidak ada ucapan maaf atas keterlambatan pengiriman atau apalah dari owner dan kesabaran saya habis, berakhir dengan bersitegang.
    Pertanyaan saya, apakah jika saya membuat story dengan menyebut nama toko dia itu salah dan termasuk pencemaran nama baik?

  2. Saya berbelanja on line lewat salah satu toko online terbasar di Indonesia saya beli sepeda di salah satu seller di lazada yaitu home sepeda setelah saya transaksi saya cat seller tersebut.kemudian pihak seller menelpon saya konfirmasi masalah produck yg akan di beli Dan seller tersebut meminta kode verifikasi untuk pengiriman barang Dan saya kasih kode verifikasi terhadap seller Dan pada intinya sepeda tidak dapat uang saya juga tidak kembali.apakah saya bisa menuntut hak saya pada lazada karena salah satu seller telah melakukan penipuan mohon bimbingannya Dan petunjuknya.trimakasih

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *