YALPK | Tulungagung – Program layanan syndroma koronaria akut terintegrasi (LASKAR) RSUD Dr. Iskak Tulungagung menjadi obyek pembelajaran penanganan serangan jantung Kementerian Kesehatan. Program ini juga direkomendasikan kepada seluruh rumah sakit di Indonesia untuk diadopsi.
Tingginya acaman kematian akibat serangan jantung di Indonesia menjadi topik diskusi pencanangan program HeartBeats (HEBAT) di Jakarta, Senin 18 Februari 2019. Layanan serangan jantung yang dimiliki RSUD Dr. Iskak dinilai paling ideal dengan mengintegrasikan semua unit rumah sakit dan pihak luar. “IGD, anastesi, dan unit lain di rumah sakit itu punya kerajaan masing-masing. Tantangannya adalah menyatukan semuanya dalam sebuah sistem,” kata Dr. Evit Ruspiono, Sp.JP yang menjadi salah satu pembicara dalam forum itu.
Bersama Dr. Bobi Prabowo, Sp.EM, kedua dokter RSUD Dr. Iskak ini menjadi narasumber penyusunan program penanggulangan serangan jantung atau Sindrom Koroner Akut (SKA) yang digelar Astra Zeneca Indonesia (AZI) sebagai mitra Kementrian Kesehatan bekerjasama dengan ‘Center of Health Economics and Policy Science’ (CHEPS) Universitas Indonesia.
Dalam forum itu, Dr. Evit Ruspiono membeberkan kunci sukses penanganan serangan jantung di RSUD Dr. Iskak melalui program LASKAR. Program ini diawali dengan mengirimkan tenaga medis ke Malaysia untuk mempelajari manajemen kegawatdaruratan, dan mengadopsinya ke Tulungagung dengan membentuk Instalasi Gawat Darurat Modern (INSTAGRAM) di tahun 2011.
Tak cukup membenahi manajemen IGD, sejumlah dokter dan direksi RSUD Dr. Iskak membangun sistem penanganan kegawatdaruratan yang lebih luas melalui PSC (Public Service Centre). Melalui nomor panggilan tertentu, masyarakat bisa terhubung dengan operator PSC di rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan.
Tak hanya melibatkan petugas medis, PSC ini juga menggandeng kepolisian, dinas kesehatan, pemadam kebakaran, Badan Penanggulangan Bencana Daerah, dan Satpol PP. Sehingga dalam waktu cepat seluruh lembaga itu bisa merespon kebutuhan masyarakat dengan kendali rumah sakit. Keseluruhan sistem ini dikoordinir kepala daerah dan dikuatkan melalui peraturan daerah. Sehingga siapapun kepala daerahnya, sistem ini akan tetap berjalan sesuai fungsinya.
“Program ini bahkan lebih dulu kami bangun sebelum Kementerian Kesehatan meluncurkan program yang sama dengan skala nasional,” kata Dr. Evit Ruspiono.
Tak sekedar meningkatkan kecepatan tindakan medis, RSUD Dr. Iskak Tulungagung juga menjamin pembiayaan tindakan pengobatan jantung. Bahkan pemberian obat-obatan penghancur lemak darah atau terapi trombolitik dengan biaya Rp 10 juta bisa ditutup BPJS. Demikian pula pemasangan ring yang membutuhkan biaya Rp 40 – 60 juta.
Bagaimana jika pasien yang masuk tidak memiliki perlindungan BPJS? RSUD Dr. Iskak telah memiliki dana khusus untuk tetap melayani mereka secara gratis. Dengan demikian penanganan pasien serangan jantung lebih maksimal dan menekan resiko kematian akibat kendala biaya. “Networking ini yang mahal. Goalnya adalah no delay, respon time pendek, sehingga tingkat mortalitasnya bisa ditekan,” pungkas Dr. Evit.
Pemaparan program LASKAR ini menuai apresiasi para peserta seminar, yang mayoritas adalah tenaga medis rumah sakit. Tak sedikit dari mereka yang berharap bisa mengadopsi sistem tersebut untuk menekan resiko kematian akibat serangan jantung yang menjadi pembunuh nomor satu.
Direktur Astra Zeneca Indonesia Rizwan Abudaeri menjelaskan serangan jantung merupakan penyakit peringkat kedua penyebab kematian setelah stroke. Pemicunya adalah lemak berlebih, hipertensi, merokok, dan faktor keturunan. Melalui program “Hebat” ini diharapkan bisa menggeser peringkat penyakit jantung sebagai penyebab kematian.
Ketua CHEPS dari Universitas Indonesia, Prof. Budi Hidayat, SKM, MPPM, PhD menyebut problematika penyakit jantung terletak pada penanganan pre hospital. “Pre hospital adalah bagaimana memperpendek waktu penanganan saat pasien mulai mengalami serangan jantung. Hal ini bisa mengubah paradigma di dunia kesehatan kalau waktu adalah nyawa,” katanya.
Menurut laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, penyakit jantung koroner yang termasuk di dalamnya sindrom koroner akut (SKA) merupakan penyebab kematian paling banyak setelah stroke dan hipertensi.
Jantung koroner termasuk dalam 10 besar penyakit tidak menular terbanyak pada tahun 2018, yang mencapai 3.910 kasus. Diagnosis dini dan tatalaksana yang tepat dipercaya dapat menurunkan mortalitas SKA.
Budi Hidayat juga menekankan pentingnya fasilitas tombol darurat yang terkoneksi dengan pengiriman mobil ambulans dengan fasilitas penanganan SKA. Saat ini sistem tersebut telah dimiliki oleh RSUD Dr. Iskak Tulungagung. “Ini bukan hanya tentang edukasi dan promosi kesehatan saja. Tapi tentang sistem pendukung yang ada dan intervensi yang lebih jauh lagi. Karena kita berbicara waktu detik per detik jika berkaitan dengan penyakit jantung,” katanya.
Sementara itu dr. Dafsah A. Juzar, Sp.JP(K) dari Rumah Sakit Harapan Kita Jakarta berharap program LASKAR di Tulungagung bisa ditiru dan diaplikasikan di seluruh rumah sakit Indonesia. Menurut dia, kolaborasi semua unit di dalamnya sangat sempurna, mulai dari pemegang otoritas hingga petugas pelaksana. “Saya pernah dua kali kunjungan di Tulungagung dan melihat secara langsung proses pasien jantung mendapat terapi. Kami mau banyak belajar dari LASKAR,” katanya.(ard)