YALPK | Mojokerto – Ratusan warga kembali melakukan unjuk rasa depan pabrik pengolahan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yakni PT. Putra Restu Ibu Abadi (PRIA), yang berlokasi di Desa Lakardowo, Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto Rabu, (20/02/19).

Heru Siswoyo – Korlap Aksi saat di konfirmasi mengatakan, sejak 2010 pabrik PT PRIA sudah melakukan pengurukan tanah dengan menggunakan limbah. ” Sebelum memiliki izin, PT PRIA ini sudah beroperasi dan baru 2014 izin baru turun,” ucapnya.

Sedangkan untuk tuntutan warga kali ini adalah pembongkaran lokasi penimbunan limbah yang berlokasi di pabrik, juga 49 titik timbunan limbah jenis fly ash dan bottom ash di bawah rumah-rumah warga Desa Lakardowo yang juga harus diangkat.

Heru yang juga mantan karyawan di pabrik PT PRIA sejak 2010 sampai 2015 ini mengaku, pihaknya tahu persis pengelolaan limba yang berada di dalam.

Menurutnya, terdapat 61 jenis limbah B3 yang saat itu ditimbun di bawah gudang PT PRIA di Dusun Kedung Palang, Desa Lakardowo, antara lain jenis limbah medis, fly ash, bottom ash, limbah pabrik kertas limbah cair serta produk kadaluwarsa.

Selain itu juga menyasar permukiman warga Desa Lakardowo sejak tahun 2010. Karena belum memahami dampak limbah B3 terhadap lingkungan, warga menggunakan fly ash dan bottom ash sebagai tanah uruk maupun pengganti pasir saat membangun rumah. Limbah beracun dan berbahaya itu didapatkan warga dengan cara membeli dari makelar, oknum karyawan dan security PT PRIA seharga Rp 100-200 ribu/truk.

“Ada 51 titik yang kami laporkan, baru 2 yang di-clean up bulan Januari lalu. Tersisa 49 titik yang belum di-clean up,” terangnya.

Heru mengklaim, praktik dumping limbah B3 di Desa Lakardowo membuat sebagian air sumur warga tak memenuhi baku mutu. “Paling fatal dampaknya terhadap kualitas air. Kami pantau 100 sumur di Lakardowo, hasilnya ada 80% sumur yang TDS atau kadar zat terlarut di dalam airnya di atas baku mutu,” katanya.

Hal yang paling di takuti oleh warga yakni pencemaran air. ” Bahkan pada 2018 yang lalu ada seorang bayi yang lahir tidak boleh di mandikan dengan sumber mata air di sini, atau harus mengunakan air kemasan. Itu yang merekomendasikan dari dokter sendiri dari RS Citra Medika secara lisan. Sebab air yang berlokasi di Desa Lakardowo telah tercemar,” imbuhnya.

Sementara itu, Rudi Kurniawan – General Affair Manager PT PRIA menyesalkan aksi warga kali ini. Sebab pada 12 Februari kemarin ada pertemuan di KLHK dihadiri DLH Mojokerto dan DLH Provinsi, yang membahas masalah clean up atau kapsulisasi diserahkan ke DLH Provinsi sebagai pihak yang berkompeten. PT PRIA sebagai pihak yang membantu pengangkutan dan pengolahan limbah.

Selain itu pihaknya juga menampik beberapa tudingan warga terkait praktik dumping di area pabriknya, rumah warga maupun pencemaran air. Hal itu sudah dibuktikan oleh hasil audit KLHK dan lembaga audit independen beberapa waktu lalu.

“Tidak ada dumping limbah apapun. Baku mutu air warga itu bukan dampak dari PT PRIA, memang di sekitar pabrik sejak dulu kondisi airnya sudah seperti itu, sebelum adanya pabrik PT PRIA ” ungkapnya.

Rudi menilai, aksi unjuk rasa terkait pengangkatan timbunan limbah B3 di rumah-rumah warga Desa Lakardowo merupakan salah sasaran. Kata Rudi, seharusnya warga memprotes Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jatim yang mempunyai kewenangan untuk melakukan clean up.(tim/red)

Loading

716 Kali Dilihat

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *