YALPK | Surabaya – Hari Konsumen Nasional (Harkonas) tanggal 20 April 2019, sebagai momen untuk meningkatkan keberdayaan konsumen Indonesia, yang ditandai dengan meningkatnya skor IKK (indek keberdayaan konsumen). “Dalam konteks hasil Pilpres dan Pemilu legislatif 2019, lima tahun ke depan Pemerintah diminta harus menjadikan isu perlindungan konsumen dan indeks keberdayaan konsumen menjadi arus utama dalam mengambil kebijakan yang berdampak terhadap konsumen,” kata Ketua umum YALPK Edy sa,at ditemui wartawan dikantornya Sabtu (20/4/2019).

Masih Edy menyatanya,dalam lima tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), dalam banyak hal, belum menunjukkan keberpihakan nyata pada perlindungan konsumen. Walaupun diakui YALPK, selama era Presiden Jokowi telah diterbitkan Perpres No. 50/2017 tentang Strategi Nasional Perlindungan Konsumen. “Namun, nyatanya Stranas Perlindungan Konsumen hanya berhenti pada tataran formalitas belaka,” kritik Edyy.

Lebih lanjut, menurut YALPK keberadaan UU Perlindungan Konsumen (UUPK) belum cukup ampuh memberikan perlindungan pada konsumen. “Hal ini disebabkan pemerintah belum serius menjadikan UUPK sebagai basis hukum untuk melindungi dan memberdayakan konsumen,” sebut dia. Dikatakan, masih rendahnya Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK) yang masih bertengger pada skor 40,41 adalah buktinya. Masih jauh dibandingkan dengan skor IKK di negara maju, yang mencapai minimal skor 53. “Di Korea Selatan skor IKK-nya mencapai 67. Artinya tingkat keberdayaan konsumennya sudah sangat tinggi,” jelas Edy.

Jika disandingkan dengan derasnya gempuran era digital ekonomi, menurut Tulus, masih rendahnya IKK di Indonesia adalah hal ironis. Sebab rendahnya IKK berkelindan dengan rendahnya literasi digital konsumen. “Pantaslah jika konsumen Indonesia saat ini ada kecenderungan menjadi korban produk-produk ekonomi digital, seperti ecommerse dan finansial teknologi.

Hal ini ditandai dengan tingginya pengaduan konsumen di kantor YALPK terkait produk ekonomi berbasis digital tersebut; Lebih ironis lagi, manakala pemerintah masih abai terhadap upaya melindungi konsumen terhadap produk produk ekonomi digital tersebut,Hal ini dibuktikan dengan masih mangkraknya RPP tentang Belanja Online.

“Oleh karenanya, YALPK mempertanyakan dengan keras, ada kepentingan apa sehingga pemerintah masih malas mengesahkan RPP tentang Belanja Online,” tandas Edy.(red)

Loading

513 Kali Dilihat

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *